SURABAYA — Lonjakan jumlah warga yang mengantre untuk menempati rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Surabaya terus meningkat. Pada Maret 2025, tercatat sebanyak 14.000 pendaftar, jauh melampaui kapasitas yang tersedia, yakni hanya 5.233 unit yang tersebar di 23 lokasi rusunawa.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menilai kondisi ini sebagai sinyal darurat atas kebutuhan hunian vertikal di Kota Pahlawan.
“Kondisi ini tidak bisa ditangani dengan pendekatan biasa,” tegas Yona Bagus yang akrab disapa Cak YeBe, Jumat (11/7).
Melihat persoalan tersebut, Cak YeBe mengusulkan konsep alternatif pembangunan rusunawa dengan mengintegrasikan fungsi pasar tradisional.
Usulan itu ia sampaikan usai mengikuti kunjungan kerja Panitia Khusus (Pansus) Raperda Hunian Layak ke Jakarta, yang meninjau langsung keberhasilan proyek Pasar Rumput sebagai model percontohan.
“Rusunawa Pasar Rumput itu menarik karena memadukan tiga lantai pasar di bagian bawah dengan hunian sebanyak 1.984 unit dari lantai empat hingga dua puluh lima. Konsep ini bisa diadopsi di Surabaya,” ujarnya, yang juga menjabat Wakil Ketua DPC Gerindra Surabaya.
Menurutnya, Surabaya memiliki banyak pasar tradisional yang potensial untuk dikembangkan dengan model serupa. Bahkan, penerapan konsep integratif tersebut sebenarnya sudah dilakukan secara parsial, seperti di kawasan Tambakrejo, yang kini menaungi Kaza Mall dan Hotel Palm Park di atasnya.
“Kalau kita bisa kembangkan lagi model seperti ini, pasar akan lebih hidup karena penghuni rusun bisa menjadi pelanggan tetap. Fungsi ekonomi dan sosial bisa berjalan beriringan,” jelasnya.
Usulan rusunawa di atas pasar juga didasari oleh keterbatasan lahan di tengah kota. Pemanfaatan ruang vertikal dinilai sebagai solusi realistis sekaligus mendukung konsep kota padat yang efisien.
“Revitalisasi Pasar Keputran dengan skema rusunawa di atasnya adalah salah satu contoh konkret yang bisa segera dipertimbangkan,” tambah Cak YeBe.
Ia juga menekankan, pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan solusi hunian tersebut. Menurutnya, pembangunan kota tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, melainkan perlu dukungan dari pihak swasta dan berbagai pemangku kepentingan.
“Wali Kota sendiri sudah menyampaikan bahwa Surabaya tidak bisa dibangun sendirian. Karena itu, Pansus telah mengundang pihak swasta seperti REI, Apersi, dan YKP untuk bersama-sama menindaklanjuti itikad baik Pemkot,” terangnya.
Lebih lanjut, Cak YeBe menegaskan bahwa keterbukaan dari pemerintah menjadi kunci untuk melibatkan pengembang lokal dalam mendukung program hunian rakyat. Ia berharap tidak ada lagi sekat antara pemerintah dan sektor swasta.
“Tentunya yang paling penting adalah keterbukaan dari Pemkot untuk memberikan ruang kepada para pengembang lokal,” ujarnya.
Tak hanya dari sisi teknis dan perencanaan, ia juga menyoroti pentingnya strategi publikasi dalam menyukseskan program-program perumahan dan optimalisasi aset daerah. Menurutnya, peran jurnalis dan media selama ini masih belum dilibatkan secara maksimal dalam penyebaran informasi strategis.
“Seringkali program Pemkot sudah bagus, tapi kurang gaungnya. Mari libatkan jurnalis dan media secara aktif agar informasi tentang aset dan program Pemkot bisa tersampaikan secara luas,” pungkasnya.