SURABAYA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengakui aksi perang sarung masih terjadi meskipun razia terus dilakukan. Pasalnya sebut dia, ketika petugas selesai melakukan razia pukul 03.00 WIB, perang sarung di kalangan anak-anak terjadi pukul 04.00 WIB.
Eri menjelaskan, bagi anak-anak yang diamankan dalam perang sarung, Pemkot Surabaya menerapkan sanksi edukatif, akan dibawa ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) membantu merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai bentuk pelajaran moral.
“Nah, jadi (razia) ini harus dilakukan terus. Sanksinya nanti dibawa ke liponsos, memandikan ODGJ, suruh bersihkan kamarnya. Mereka itu kan masih anak-anak yang butuh kasih sayang, tapi mereka itu butuh melihat orang-orang yang masih kurang beruntung,” ungkap dia, Sabtu (8/3).
Selain mengajak mereka ke Liponsos Keputih, Pemkot Surabaya juga menerapkan sanksi berupa kunjungan ke makam sebagai bentuk refleksi diri.
Eri menegaskan pendekatan yang digunakan bukanlah hukuman keras, melainkan cara menyadarkan anak-anak agar tidak mengulangi perbuatannya.
“Sanksinya dibawa ke kuburan. Melihat kuburan, untuk menyadarkan mereka, misal bagaimana kalau orang tua mereka meninggal nanti siapa yang akan merawat mereka. Ya kita memang sentuh dari hati. Kalau anak ini dimarahi malah tidak jadi apa-apa. Kita tetap disiplin tapi hukumnya juga untuk menyadarkan, bukan hukuman untuk semakin merusak mereka dan menjadi dendam,” tutur Eri.
Karena itu, Eri menekankan partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam menekan aksi perang sarung di Surabaya. Menurutnya, tidak cukup jika hanya mengandalkan aparat keamanan tanpa keterlibatan aktif warga.
“Jadi yang saya harapkan adalah partisipasi masyarakat. Kalau masyarakat tidak ada partisipasinya, jangan harap kota itu berkembang dan bahagia. Kalau hanya mengandalkan TNI, Polri dan pemerintah, tidak bisa,” tegasnya.