SURABAYA – Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, merespons serius temuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Perjuangan Unitomo terkait peredaran minuman beralkohol (Mihol) selama Ramadan. Ia menegaskan bakal turun langsung jika ada laporan masyarakat.

“Kami apresiasi teman-teman PMII yang sudah menyampaikan temuan ini. Kalau ada laporan, saya sendiri yang akan turun ke lapangan,” ujar Yona, Selasa (18/3).

Politisi Partai Gerindra itu menegaskan, penjualan Mihol di bulan Ramadan tidak bisa ditoleransi. Apalagi, Surat Edaran (SE) Wali Kota sudah jelas melarang restoran, rumah hiburan umum (RHU), dan rumah billiard menyediakan Mihol selama Ramadan.

Karena itu, Yona meminta Satpol PP bertindak tegas. Jika ada tempat usaha yang masih membandel, ia menilai penutupan dan pencabutan izin adalah langkah yang tepat.

“Ini bulan Ramadan. Semua harus tahu diri. Satpol PP harus segera turun, kalau masih ada yang jual, ya tutup sekalian. Kalau perlu cabut izinnya,” tegasnya.

Menurut Yona, jika masih ada pengusaha yang nekat menjual Mihol, itu sama saja melecehkan kebijakan Pemkot Surabaya.

“Ini bukan soal bisnis saja, tapi juga soal kepatuhan. Jangan sampai ada yang merasa kebal aturan. Ramadan ini bulan maghfirah, tolonglah, selama bulan ini jangan ada yang jual Mihol,” tandasnya.

Ketua PMII Perjuangan Unitomo, Noval Aqimuddin, berkomitmen untuk membawa PMII lebih aktif, dalam mengawal isu-isu penting di Kota Surabaya, salah satunya terkait dengan pengawasan peredaran minuman beralkohol (mihol).

“Sebagai ketua komisariat, saya berkomitmen untuk mengawal Kota Surabaya agar lebih baik. Salah satu fokus utama kami saat ini adalah gerakan pengawasan mihol. Kami telah melakukan aksi sebelumnya, dan ke depan kami akan mengawal implementasi surat edaran Wali Kota yang mengatur penutupan toko penjual mihol selama bulan Ramadan,” ungkap Noval.

Ia menegaskan, PMII Perjuangan Unitomo akan mengambil dua langkah tegas dalam gerakan ini.

“Langkah kami hanya dua: pertama, memastikan toko-toko yang menjual mihol benar-benar ditutup selama Ramadan. Kedua, jika aturan ini tidak dijalankan dengan baik, maka kami akan menuntut agar surat edaran tersebut dihapuskan,” tegasnya.

Ketua Ikatan Alumni (IKA) PMII Perjuangan Unitomo, M. Zahdi, juga mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap kebijakan tersebut. 

Menurutnya, surat edaran yang dikeluarkan hanya menjadi alat untuk menciptakan kesan, bahwa pemerintah serius menangani masalah ini, padahal dalam praktiknya, peredaran mihol masih berlangsung tanpa hambatan.

“Surat edaran itu hanya kamuflase untuk mengelabui, masyarakat agar terlihat seolah-olah ada pengawasan. Teman-teman komisariat sudah melakukan supervisi ke 24 titik penjualan mihol yang seharusnya ditutup. Namun, faktanya hingga saat ini, toko-toko tersebut masih beroperasi. Ini menunjukkan bahwa surat edaran tersebut tidak memiliki dampak nyata,” ungkap Zahdi.