SURABAYA – Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Peduli Rakyat (Gempar) Jawa Timur, M Zahdi, menyoroti dugaan tunggakan pajak sebesar Rp12 miliar salah satu pengembang besar di kawasan Surabaya Barat. 

Zahdi menyebut, kondisi ini menjadi ironi di tengah upaya Pemerintah Kota Surabaya mengejar target Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Bagaimana bisa PAD dikejar kalau ada pengusaha yang justru mengemplang pajak? . Data yang kami himpun menunjukkan tunggakan itu terjadi sejak 2008 sampai 2019, dan angkanya mencapai Rp12 miliar,” kata Zahdi melalui keterangannya, yang diterima Minggu (3/5).

Menurutnya, upaya pelunasan yang dilakukan pihak pengembang sejak 2020 terkesan main-main. 

Pasalnya, pembayaran dilakukan secara mencicil, sementara proses pelimpahan administrasi ke Pemkot Surabaya tak bisa berjalan karena masih ada tunggakan.

“Ini persoalan serius. Kalau masih ada utang pajak. Apalagi mereka juga sempat mangkir dari panggilan dewan. Saya tegaskan, Pemkot harus berani bertindak tegas kepada manajemen perusahaan itu,” ujarnya.

Zahdi menilai ketidaktegasan Pemkot Surabaya bisa memunculkan asumsi negatif dari masyarakat. 

Ia khawatir, warga menilai adanya perlakuan pilih kasih antara pengusaha besar dan masyarakat biasa.

“Warga Surabaya setiap hari ditagih pajak kendaraan, PBB, dan lainnya. Mereka patuh. Tapi giliran pengusaha besar, kok bisa enak-enakan nyicil, bahkan nunggak sampai belasan tahun. Ini kan tidak adil. Ini sama saja maling uang rakyat,” tegasnya.

Maka dari itu, ia mendesak Satpol PP Kota Surabaya bertindak tegas menyegel dan menutup sementara tempat usaha pengembang besar itu.

Dengan demikian, tutur Zahdi, Satpol PP tak cuma dianggap berani menyegel tempat pengusaha biasa apalagi pelanggarannya kecil.

“Rp12 miliar itu bukan angka kecil. Bisa buat aspal atau pavingisasi satu kelurahan. Bayangkan kalau uang itu sudah disetor dari dulu, pembangunan di Surabaya pasti lebih cepat. Jangan cuma garang ke rakyat kecil, tapi tunduk pada pengusaha besar,” tutup M. Zahdi