JAKARTA – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang kembali menegaskan perannya sebagai tempat pembinaan dan perubahan, bukan sekadar tempat hukuman. Penjara bukan akhir, melainkan titik balik—ruang bagi warga binaan untuk memperbaiki diri dan kembali berkontribusi di tengah masyarakat. Nilai inilah yang diperkenalkan kepada pelajar kelas XI SMA Negeri 88 Jakarta dalam kunjungan edukatif mereka ke Lapas Cipinang, Selasa (6/5).
Kegiatan ini menjadi bagian dari pembelajaran Sosiologi yang membahas berbagai isu sosial, seperti penyalahgunaan narkoba, kekerasan, dan ketimpangan—faktor-faktor yang sering menjadi latar belakang pelanggaran hukum. Para siswa tidak hanya diajak meninjau fasilitas lapas, tetapi juga menyelami dinamika kehidupan warga binaan dan proses pembinaan di dalamnya.
Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Wachid Wibowo, menegaskan bahwa pembinaan merupakan inti dari sistem pemasyarakatan. “Kami ingin para pelajar memahami bahwa lapas bukan tempat menyeramkan, melainkan tempat harapan. Warga binaan di sini dibina, bukan dikucilkan. Mereka dididik untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ini pelajaran penting bagi generasi muda bahwa setiap tindakan ada konsekuensinya, namun selalu ada ruang untuk berubah,” tegasnya.
Dalam kunjungan tersebut, para siswa melihat langsung berbagai kegiatan pembinaan, seperti pelatihan keterampilan, pembinaan mental-spiritual, hingga layanan kesehatan dan sosial. Momen paling berkesan terjadi saat sesi diskusi terbuka antara siswa dan warga binaan. Kisah nyata mengenai masa lalu, proses hukum, dan harapan setelah bebas menjadi bahan refleksi yang mendalam bagi peserta.
Kepala Bagian Tata Usaha Lapas Cipinang, Lis Susanti, juga memberikan gambaran menyeluruh tentang sistem pemasyarakatan dan inovasi layanan yang tengah dikembangkan.
“Pembinaan kepribadian dan kemandirian menjadi fokus utama kami. Selain itu, kami juga mendorong transformasi digital untuk memperkuat pelayanan publik. LATUCIP GO memudahkan masyarakat mengakses layanan kunjungan secara online, sedangkan SIPETA LATUCIP membantu petugas pengamanan melakukan pengawasan administratif dan teknis secara digital dan efisien,” jelasnya.
Sesi tanya jawab berlangsung antusias dan menyentuh. Pertanyaan-pertanyaan seputar motivasi pelanggaran, tekanan sosial, hingga makna kesempatan kedua dijawab secara terbuka dan jujur oleh warga binaan.
Athar Sutanto, salah satu siswa, mengaku banyak mendapatkan pelajaran dari kunjungan ini.
“Saya jadi sadar bahwa kesalahan besar bisa berawal dari keputusan kecil. Mendengar langsung cerita mereka membuat saya lebih waspada dan menghargai pentingnya hidup dalam lingkungan yang positif,” ungkapnya.
Guru pendamping, Rina Marlina, mengapresiasi pengalaman belajar yang diberikan Lapas Cipinang. “Ini bukan sekadar kunjungan, tapi pelajaran hidup. Anak-anak belajar langsung dari realitas sosial yang kompleks ini tidak akan mereka dapatkan di ruang kelas.” tandasnya