SURABAYA – Pengadaan perangkat elektronik berupa 50 unit tablet iPad untuk anggota DPRD Kota Surabaya periode 2014–2019 dengan anggaran mencapai Rp900 juta, menuai sorotan tajam dari kalangan pakar hukum.

I Wayan Titib Sulaksana, pemerhati hukum pidana dari Universitas Airlangga (Unair), menegaskan bahwa pengadaan tersebut merupakan akad pinjam pakai dari negara.

Oleh karena itu, setelah masa jabatan berakhir, perangkat tersebut wajib dikembalikan kepada negara karena termasuk dalam aset milik pemerintah.

“Akadnya pinjam pakai dengan negara. Setelah masa bhakti habis, harus dikembalikan. Sebab, itu aset negara, milik pemerintah,” ujarnya saat dimintai tanggapan secara prespektif hukum, Jumat (23/5).

Ia menambahkan, apabila tablet tersebut tidak dikembalikan, maka dapat dianggap sebagai bentuk penggelapan aset negara yang berpotensi masuk dalam ranah tindak pidana korupsi.

“Kalau tidak dikembalikan, itu artinya menggelapkan aset negara. Ya, korupsi,” tegasnya.

“Apakah harus ditagih paksa oleh Ketua DPRD yang baru?” tambahnya.

Menurut I Wayan Titib, penarikan aset negara yang berstatus pinjam pakai tersebut merupakan kewajiban hukum. Ia menegaskan bahwa 50 unit iPad tersebut harus segera ditarik dari para mantan anggota DPRD periode 2014–2019.

“Itu wajib hukumnya ditarik kembali. Karena statusnya pinjam pakai, maka harus dikembalikan oleh yang bersangkutan,” paparnya.

Jika tidak dikembalikan secara sukarela, I Wayan Titib mendorong agar dilakukan pelaporan ke aparat penegak hukum, khususnya ke bagian Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, mengingat potensi kerugian negara.

“Kalau tidak diserahkan secara sukarela, laporkan saja ke Tipikor. Harus langsung ke Kejati Jatim karena sudah termasuk kerugian negara,” ujarnya dengan nada serius.

Saat ditanya siapa pihak yang berwenang untuk melaporkan, I Wayan menjelaskan bahwa pelaporan harus dilakukan oleh Bagian Sekretariat DPRD Kota Surabaya, disertai dengan surat tugas dari Ketua DPRD Kota Surabaya saat ini.

“Yang berhak melapor adalah Bagian Sekretariat DPRD Kota Surabaya, tentunya dengan dilampiri surat tugas dari Ketua DPRD Kota Surabaya,” tandasnya.

 

 

SURABAYA – Pengadaan perangkat elektronik berupa 50 unit tablet iPad untuk anggota DPRD Kota Surabaya periode 2014–2019 dengan anggaran mencapai Rp900 juta, menuai sorotan tajam dari kalangan pakar hukum.

I Wayan Titib Sulaksana, pemerhati hukum pidana dari Universitas Airlangga (Unair), menegaskan bahwa pengadaan tersebut merupakan akad pinjam pakai dari negara.

Oleh karena itu, setelah masa jabatan berakhir, perangkat tersebut wajib dikembalikan kepada negara karena termasuk dalam aset milik pemerintah.

“Akadnya pinjam pakai dengan negara. Setelah masa bhakti habis, harus dikembalikan. Sebab, itu aset negara, milik pemerintah,” ujarnya saat dimintai tanggapan secara prespektif hukum, Jumat (23/5).

Ia menambahkan, apabila tablet tersebut tidak dikembalikan, maka dapat dianggap sebagai bentuk penggelapan aset negara yang berpotensi masuk dalam ranah tindak pidana korupsi.

“Kalau tidak dikembalikan, itu artinya menggelapkan aset negara. Ya, korupsi,” tegasnya. 

“Apakah harus ditagih paksa oleh Ketua DPRD yang baru?” tambahnya.

Menurut I Wayan Titib, penarikan aset negara yang berstatus pinjam pakai tersebut merupakan kewajiban hukum. Ia menegaskan bahwa 50 unit iPad tersebut harus segera ditarik dari para mantan anggota DPRD periode 2014–2019.

“Itu wajib hukumnya ditarik kembali. Karena statusnya pinjam pakai, maka harus dikembalikan oleh yang bersangkutan,” paparnya.

Jika tidak dikembalikan secara sukarela, I Wayan Titib mendorong agar dilakukan pelaporan ke aparat penegak hukum, khususnya ke bagian Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, mengingat potensi kerugian negara.

“Kalau tidak diserahkan secara sukarela, laporkan saja ke Tipikor. Harus langsung ke Kejati Jatim karena sudah termasuk kerugian negara,” ujarnya dengan nada serius.

Saat ditanya siapa pihak yang berwenang untuk melaporkan, I Wayan menjelaskan bahwa pelaporan harus dilakukan oleh Bagian Sekretariat DPRD Kota Surabaya, disertai dengan surat tugas dari Ketua DPRD Kota Surabaya saat ini.

“Yang berhak melapor adalah Bagian Sekretariat DPRD Kota Surabaya, tentunya dengan dilampiri surat tugas dari Ketua DPRD Kota Surabaya,” tandasnya.