HarianMetro.co, GORONTALO – Kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang dalam program pembiayaan haji plus oleh PT. AMITRA Syariah Cabang Gorontalo kini resmi masuk tahap penyelidikan oleh pihak kepolisian, Sabtu (24/5/2025).

Kasus ini dilaporkan oleh NP bersama istrinya, NMA, ke Polres Bone Bolango pada 26 November 2024. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Nomor: B/101/III/RES.1.11./2025/Satreskrim tertanggal 24 Maret 2025, yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim AKP Rizal S.T.K., S.I.K., penyelidikan kini sedang berlangsung.

Laporan tersebut menyangkut dugaan pelanggaran Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan, serta pelanggaran terhadap UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kontrak Tidak Transparan dan Tanda Tangan Diduga Dipalsukan

NP mengungkapkan bahwa dirinya bersama istri telah menyetor total Rp116.060.000 dalam program pembiayaan haji plus (ONH Khusus) melalui PT. AMITRA Syariah, namun hanya menerima pengembalian sebesar Rp33.784.000. Pengembalian ini ditolak karena dianggap tidak akuntabel dan bertentangan dengan prinsip syariah.

Lebih lanjut, permintaan salinan kontrak yang telah diajukan secara lisan dan tertulis tidak pernah dipenuhi oleh pihak perusahaan maupun induknya, FIF Group. Kontrak baru diberikan saat kasus dilaporkan ke kepolisian itu pun hanya berupa salinan digital dengan tanda tangan hasil pemindaian tanpa materai.

“Bahkan tanda tangan saya dan istri di bukti setoran awal ke Bank DKI Syariah diduga dipalsukan,” ungkap NP.

Dugaan Pelanggaran Prinsip Syariah:
Kuasa hukum pelapor, Romi Habie, S.H., M.J., dari Law Firm Romihabie & Partners Yogyakarta, menyatakan bahwa kasus ini tidak hanya soal pelanggaran pidana, tetapi juga melanggar prinsip syariah dan perlindungan konsumen.

“Prinsip syariah dijadikan alat promosi, tapi praktiknya eksploitatif. Kami mendesak agar penyelidik juga menerapkan Pasal 62 Ayat (1) jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf f UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” tegasnya.

Menurut kontrak pembiayaan bertanggal 31 Agustus 2021 yang baru diterima NP, terdapat sejumlah hal yang dianggap menyalahi prinsip syariah:

  1. Pengenaan Ta’zir (denda keterlambatan) – Tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang melarang riba, kecuali berbentuk hibah sukarela.
  2. Tidak adanya kejelasan objek jasa – Dalam skema ijarah, jasa dan penyedia jasa harus jelas. Kontrak hanya mencantumkan “Albis Nusa Wisata” tanpa rincian.
  3. Indikasi skema kredit konsumtif – Skema pembiayaan yang mencerminkan praktik konvensional, bukan syariah, dengan cicilan Rp1.658.000/bulan selama 60 bulan.
  4. Dokumen tanpa materai dan tanda tangan asli – Berpotensi cacat hukum.

Selain pelanggaran terhadap fatwa DSN-MUI No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa, isi kontrak juga dinilai tidak sesuai Fatwa MUI No. 9 Tahun 2000 tentang Akad Ijarah dan ketentuan dalam UU No. 21 Tahun 2008 serta POJK No. 31/POJK.05/2014.

Respons Pihak Terkait saat dikonfirmasi, pihak PT. AMITRA Syariah Cabang Gorontalo melalui nomor +62 853-4159-1959 menyatakan, “Kasus ini kan sudah ditangani Polres Gorontalo,” singkatnya tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Sementara itu, penyelidikan di Polres Bone Bolango masih berjalan. Dalam SP2HP yang diterima pelapor, tertulis komitmen pelayanan aparat yang siap bekerja “cepat, tepat, transparan, akuntabel, dan tanpa imbalan.”

Kasus ini menjadi peringatan penting bagi konsumen untuk memahami isi kontrak sebelum menandatangani program pembiayaan, sekaligus menjadi sorotan terhadap praktik industri keuangan syariah yang belum sepenuhnya memenuhi asas keadilan dan transparansi.//Mldi

Artikel Kasus Dugaan Penipuan Haji oleh PT. AMITRA Syariah Gorontalo Masuk Tahap Penyelidikan Polisi pertama kali tampil pada HARIAN METRO.