SURABAYA – Muthowif, Koordinator Bidang Kebijakan dan Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Rumah Besar Keadilan (LBH RBK), menyoroti dugaan penyelewengan anggaran dalam pengadaan perangkat elektronik  iPad senilai Rp900 juta untuk 50 anggota DPRD Kota Surabaya periode 2014–2019.

Ia menegaskan, bahwa anggaran tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga seharusnya mengikuti mekanisme pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Berdasarkan peraturan yang berlaku, seharusnya pengadaan menggunakan mekanisme pelelangan umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” ujarnya Minggu (25/5).

Ia juga merujuk, pada Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat, atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Namun demikian, berdasarkan informasi yang beredar saat ini, belum ada kejelasan mengenai pengadaan barang/jasa pada Tahun Anggaran (TA) 2014 hingga 2019. “Jika tahun anggarannya sudah dapat dipastikan, maka seharusnya pelaku pengadaan barang/jasa tersebut juga bisa diidentifikasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Muthowif pun mempertanyakan siapa saja pihak yang bertanggung jawab dalam proses pengadaan tersebut. “Siapa Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), siapa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan siapa penyedia barang/jasanya?” pungkasnya.

Sebagai langkah konkret, Muthowif mendesak DPRD Kota Surabaya, yang memiliki fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan, agar segera membentuk regulasi yang kuat guna mencegah terulangnya kasus serupa.

“Untuk mengungkap siapa pelaku di balik dugaan penyimpangan ini, kami mendesak DPRD membentuk panitia khusus (pansus) terkait pengadaan barang dan jasa tersebut,” tegasnya.