SURABAYA – Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Sukadar, menyoroti pelaksanaan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di sejumlah rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya.

Ia menilai, masih banyak penyimpangan yang terjadi di lapangan, yang tidak sejalan dengan laporan dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Di Surabaya ada 66 rumah sakit, dan 48 di antaranya bekerja sama dengan Pemerintah Kota. Dari jumlah itu, hanya tiga yang merupakan milik Pemkot, yaitu RSUD Soewandhie, RS BDH, dan RS Eka Chandrarini. Kalau di tiga rumah sakit ini, pelayanan BPJS cukup baik dan tidak ada masalah,” ujar Sukadar,  Jum’at (27/6).

Namun, ia menceritakan pengalamannya sendiri saat menggunakan BPJS di salah satu rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan Pemkot. Setelah menjalani rawat inap selama tiga hari dan dipulangkan, ia kembali mengalami sakit dan datang lagi ke rumah sakit yang sama. Bukannya dilayani, ia justru diberi informasi bahwa BPJS hanya meng-cover satu kali kunjungan rawat inap dalam sebulan.

“Padahal saat kami melakukan hearing dengan Dinas Kesehatan, mereka menyatakan tidak ada batasan seperti itu. Pasien harus tetap dilayani sampai sembuh, karena ini prinsipnya subsidi silang,” ungkapnya politisi PDI Perjuangan.

Ia menyayangkan, adanya perlakuan berbeda yang diterima masyarakat umum, khususnya mereka yang tidak paham aturan atau tidak memiliki posisi seperti dirinya sebagai anggota dewan. “Karena saya anggota DPRD, setelah saya protes langsung dilayani. Tapi bagaimana dengan masyarakat biasa? Mereka pasti takut dan mengira aturan itu benar adanya, lalu akhirnya tidak kembali lagi ke rumah sakit,” tegasnya.

Selain soal BPJS, Sukadar juga menyinggung kebijakan pelayanan kesehatan berbasis KTP bagi warga Surabaya yang tidak memiliki BPJS. Ia menegaskan bahwa sesuai dengan pernyataan Wali Kota Surabaya, warga miskin tetap harus dilayani, terutama di rumah sakit milik Pemkot.

“Kalau di rumah sakit milik Pemkot, warga bisa langsung dilayani hanya dengan menunjukkan KTP. Tapi di rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan Pemkot, belum tentu. Padahal seharusnya bisa langsung didaftarkan lewat aplikasi Edabu agar masuk dalam data BPJS yang dibiayai oleh APBD,” jelasnya.

Ia menilai, ketidaksesuaian antara laporan Dinas Kesehatan dengan praktik di lapangan merupakan persoalan serius. Karena itu, DPRD Surabaya meminta adanya pengawasan lebih ketat serta evaluasi terhadap kerja sama rumah sakit swasta dengan Pemkot.

“Apa yang tertulis di atas kertas tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Ini menjadi kritik dan masukan serius bagi Dinas Kesehatan agar lebih cermat dan konsisten dalam pelaksanaan pelayanan BPJS,” pungkas Sukadar.