JAKARTA – The Public Woman (La Femme Publique), film arahan Andrzej uawski, perjalanan intens tentang perempuan yang tenggelam dalam tubuhnya sendiri. Menggabungkan seni, seksualitas, dan kehancuran psikologis, film ini mengaburkan batas antara panggung, realitas, dan kehendak bebas.

Ethel (Valérie Kaprisky) aktris muda yang sedang mengejar peran besar dalam adaptasi panggung novel The Possessed karya Dostoevsky. Tapi di balik layar, hidupnya tak kalah kacau dari karakter yang ia perankan. Ia digoda, dipermainkan, dan dimanipulasi oleh orang-orang di sekitarnya termasuk oleh pemilik teater dan sutradara yang ambisius. Lambat laun, batas antara akting dan kenyataan pun lenyap.

Tubuh Perempuan sebagai Medan Kekuasaan

Film ini tak hanya mengeksplorasi tubuh, tapi bagaimana tubuh perempuan sering dijadikan alat kuasa. Kamera uawski terus membayangi Ethel, mengekspos ketelanjangannya tidak hanya secara fisik, tapi juga emosional. The Public Woman tidak hanya mempertontonkan erotisme, tapi juga mempertanyakan siapa yang benar-benar mengendalikan tubuh ini? Perempuan itu sendiri, atau sistem yang mengepungnya?

Valérie Kaprisky tampil berani dan rapuh dalam waktu yang bersamaan. Ia menggambarkan Ethel sebagai sosok yang tampak bebas, tapi perlahan hancur dari dalam. Ia mengejar kebebasan dengan membiarkan dirinya terekspos, tapi justru kehilangan identitasnya di proses itu.

Antara Seni dan Kekacauan Jiwa

Film ini berdarah Eropa. Sarat simbol, surealisme, dan ketegangan psikologis. uawski bukan pembuat cerita yang lembut, ia mengguncang. Melalui lensa yang sering goyah dan gerakan kamera yang agresif, The Public Woman menciptakan ruang yang tidak stabil. Penonton tidak hanya menyaksikan Ethel, tapi ikut terseret ke dalam kegelisahan batinnya.

Catatan

The Public Woman bukan tontonan ringan. Ini film yang membuat gelisah. Tentang perempuan yang ingin hidup lewat seni, tapi justru dikubur di dalamnya. Tentang tubuh yang dianggap publik, tapi hati yang tetap privat dan sepi.

Di tengah pusaran seks, panggung, dan absurditas, film ini menyisakan satu pertanyaan getir, saat dunia terus mengatur apa yang boleh kau tunjukkan, apakah kau masih memiliki kendali atas siapa dirimu?