Gorontalo – Skandal demi skandal terus menampar wajah institusi kepolisian. Sebuah video call WhatsApp yang viral memperlihatkan perwira Polda Gorontalo berinisial AKBP R terang-terangan diduga meminta jatah dari penambang emas ilegal, Marten Yosi Basaur. Lokasi tambang emas ilegal Pohuwato, Gorontalo. Media sosial pun geger, publik muak.
Dalam percakapan, Marten mengaku sudah menyetor uang. Katanya, itu syarat agar bisa difasilitasi bertemu Kapolda Gorontalo. Nyatanya? Janji tinggal janji. Kapolda tak kunjung ditemui, sementara oknum polisi itu justru makin rakus menekan Marten untuk menambah setoran. Ada pula ancaman, tak setor, siap-siap ditangkap.
Lebih panas lagi, AKBP Roni dalam rekaman mengungkap sosok BELIAU yang disebut bisa mengatur adik adiknya termasuk DIR KRIMSUS :
“Kamu sudah hubungi BELIAU? Nanti BELIAU akan bicara dengan adik-adiknya itu Dir Krimsus. Karena Krimsus tidak bisa sendiri, nanti kalau main sendiri ditangkap intel, begitu juga sebaliknya. Kita harus kompak, tidak gontok-gontokan.”
Ya, sebuah orasi mafia yang dipertontonkan ke publik, seolah tambang ilegal hanya permainan “BELIAU dan adik-adiknya” antar sesama aparat.
Tak tinggal diam, Andi Igrisa, aktivis Gorontalo, mendesak Mabes Polri turun tangan. “Sosok ‘BELIAU’ yang disebut AKBP Roni harus dibongkar. Dialah yang paling menentukan kelancaran PETI di Gorontalo. Publik punya hak tahu siapa dalang sebenarnya,” tegas Andi.
Rumor makin liar, ‘BELIAU’ yang dimaksud disebut sebagai pimpinan intelijen Polda Gorontalo, tempat dimana AKBP Roni bernaung. Namun, saat dikonfirmasi awak media, Kombes Wawan selaku Dir Intel Polda Gorontalo memilih bungkam. Chat WhatsApp hanya centang biru, tanpa jawaban. Diam seribu bahasa.
Sementara rakyat Gorontalo menjerit akibat tambang ilegal yang merusak lingkungan, para mafia tambang dan oknum aparat, BELIAU dan adik-adiknya justru sibuk tawar-menawar “jatah”.
Slogan “Polri Presisi” pun tampak ironis, presisi dalam meraup setoran, bukan menegakkan hukum ?