SURABAYA – Keresahan warga Wisma Tengger, RT 04 RW 06, atas dampak polusi udara yang diduga berasal dari aktivitas PT Suka Jadi Logam (SJL), mendapat sorotan dari Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS).
Menurutnya, polusi yang ditimbulkan bukan hanya berpotensi mengganggu kesehatan warga, tetapi juga mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran prosedur perizinan oleh pihak perusahaan.
“Yang pertama, prosedur dalam IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan sebagainya sepertinya atau diduga melanggar. Karena itu, operasional perusahaan harus segera dihentikan,” tegas Bambang saat sidak, pada Senin (15/9).
BHS juga menyesalkan lambannya penanganan persoalan tersebut. “Sangat disayangkan, perusahaan ini sudah berdiri sekitar tujuh tahun, tetapi baru sekarang masalahnya benar-benar meledak,” ujarnya.
Tak hanya itu, Politisi asal Gerindra itu menekankan risiko fatal dari operasional pabrik peleburan emas. Ia menyebut adanya potensi limbah beracun seperti merkuri dan natrium sianida yang dapat membahayakan keselamatan warga serta merusak lingkungan secara permanen.
“Usaha peleburan emas ini mengandung risiko limbah racun. Limbah dari merkuri maupun natrium sianida sangat berbahaya dan bisa menyebabkan pencemaran lingkungan,” jelasnya.
Bambang Haryo berjanji akan membawa masalah ini ke tingkat nasional apabila tidak ditangani tuntas oleh pemerintah daerah.
“Kalau di daerah tidak bisa menyelesaikan, saya akan teruskan ke Menteri Lingkungan Hidup. Masalah seperti ini tidak boleh dibiarkan terjadi di mana pun di Indonesia,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur PT Suka Jadi Logam, Erika, akhirnya menyampaikan penjelasan melalui telepon seluler milik Camat Benowo. Dalam percakapannya, Erika meminta kelonggaran waktu sebelum perusahaan ditutup.
“Kalau ditutup sekarang, saya belum siap. Saya punya banyak kewajiban ke bank dan karyawan. Saya sudah mempertimbangkan untuk menutup, tapi kalau harus besok, saya tidak bisa,” ungkapnya.
Ia juga membantah tudingan pencemaran udara yang dialamatkan pada perusahaannya. Menurutnya, asap yang dimaksud warga bukan berasal dari aktivitas peleburan, melainkan dari pembakaran kardus.
“Kemarin ada bakar-bakar kardus, tapi kami yang disalahkan. Mohon keadilan untuk kami,” ujarnya.