SURABAYA – Penolakan para mitra jagal atas relokasi Perseroan Daerah (Perseroda) Rumah Potong Hewan (RPH) dari kawasan Pegirian ke Tambak Osowilangun (TOW) mendapat perhatian dari sejumlah pihak.
Salah satunya datang dari Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur (PPSDS – Jatim) Muthowif, menyebut alasan utama penolakan para jagal bukan hanya soal jarak lokasi, tetapi juga terkait kondisi fisik bangunan di TOW yang dinilai bermasalah.
“Bangunan RPH dengan anggaran Rp13 miliar pada tahun 2024 memiliki dua catatan penting. Pertama, kondisi lantai bangunan yang sudah mengalami keretakan, dan kedua, tempat pemotongan sapi BX (Brahman Cross) belum diaudit oleh pihak pemilik sapi,” ujarnya, Minggu (28/9).
Muthowif menambahkan, retakan lantai berpotensi menimbulkan kerusakan lebih cepat karena darah hasil pemotongan sapi bisa meresap ke celah retakan dan mempercepat kerusakan konstruksi pada bangunan.
“Dampak dari lantai yang retak akan mengakibatkan semakin cepat rusak, karena lantai yang digunakan untuk merubuhkan dan menyembelih sapi, secara alami darah sapi akan mengalir dan masuk ke lantai yang retak,” imbuhnya.
Selain itu, Muthowif juga menyoroti soal fasilitas pemotongan sapi BX, di TOW hingga kini belum memperoleh sertifikat audit dari pihak Australia.
“Tempat pemotongan sapi BX (Sapi Brahman Cross), informasi yang saya terima masih belom dapat sertifikat audit dari pihak Australia sebagai pihak yang punya sapi BX. Kalau di RPH Pegirian sudah dapat sertifikat audit dari pihak Australia,”
Untuk itu, pihaknya meminta pelaksana pembangunan maupun dinas terkait segera memperbaiki lantai yang retak dan melengkapi peralatan sesuai anggaran. Ia juga berharap aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, turun tangan melakukan pemeriksaan atau audit terhadap pembangunan RPH di TOW.