SURABAYA – Rencana awal Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengajukan pinjaman daerah sebesar Rp2,9 triliun pada tahun 2026 akhir terwujudkan.
Namun setelah Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya melakukan konsultasi ke Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), jumlah pinjaman justru ditingkatkan hingga mencapai Rp3,61 triliun.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya sekaligus anggota Banggar, Aning Rahmawati, menyampaikan bahwa Bappenas mendorong adanya penambahan pinjaman lantaran kondisi ekonomi Surabaya dinilai sangat baik.
“Pertumbuhan ekonomi Surabaya positif, tingkat pengangguran terbuka rendah, angka kemiskinan menurun, dan Surabaya menjadi penopang utama perekonomian Jawa Timur. Jadi dianggap mampu membayar utang. Dari situ, Bappenas mendorong percepatan pembangunan infrastruktur melalui pembiayaan pinjaman,” ujar Aning usai rapat Banggar, Selasa (30/9).
Legislator asal PKS ini menjelaskan, semula Pemkot Surabaya mengajukan pinjaman Rp2,9 triliun. Namun setelah dihitung ulang dalam rapat Banggar, angka tersebut berubah menjadi Rp3,61 triliun. Rinciannya, Rp452 miliar pada 2025 melalui Bank Jatim, Rp1,592 triliun pada 2026, dan Rp1,556 triliun pada 2027.
“Total bunga, provisi, dan pokok pinjaman yang harus dibayar Pemkot sekitar Rp4,1 triliun,” terangnya.
Menurut Aning, perhitungan ulang dilakukan dengan mempertimbangkan rasio fiskal dan belanja wajib Pemkot. Awalnya, belanja wajib pada APBD 2025 tercatat Rp10,5 triliun.
Namun sempat diturunkan menjadi Rp8,5 triliun sehingga ruang fiskal menjadi lebih longgar.
“Belanja wajib itu meliputi pendidikan sekitar Rp2 triliun, kesehatan Rp2 triliun lebih, serta anggaran untuk RT, RW, kelurahan, operasional sekolah, gaji pegawai, dan lainnya. Jika diturunkan terlalu jauh, tentu tidak bisa diterima. Tapi setelah perhitungan ulang, pos belanja wajib tetap terjaga,” jelasnya.
Aning menambahkan, kemampuan membayar pinjaman dinilai realistis. Proyeksi pendapatan daerah Surabaya pada 2026 mencapai Rp11,2 triliun, dan naik menjadi Rp11,7 triliun pada 2027. Selama 2020–2024, rata-rata kenaikan pendapatan daerah mencapai Rp400–800 miliar per tahun.
“Dengan efisiensi anggaran, Pemkot Surabaya bisa menyisakan ruang fiskal hampir Rp3,9 triliun setiap tahun. Ruang fiskal ini bukan berarti Silpa (sisa anggaran), melainkan anggaran prioritas yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.