JAKARTA,- Shalat bukan sekadar kewajiban, melainkan tiang agama dan sumber kekuatan seorang muslim. Hal ini nyata tercermin dalam sosok Jenderal Abdul Haris Nasution, salah satu tokoh militer paling berpengaruh yang juga menjadi target utama penculikan pada malam kelam G30S/PKI.

Sejak muda hingga menjabat sebagai KSAD, Nasution dikenal tak pernah meninggalkan shalat. Dalam setiap agenda penting, bahkan saat rapat dengan Presiden Soekarno, ia selalu meminta izin untuk menunaikan kewajiban shalat terlebih dahulu. 

Ia juga membangun mushola di Markas Besar Angkatan Darat pada 1950-an, dan mengeluarkan pedoman wajib agama Islam bagi prajurit TNI AD.

Ketaatannya membuat dunia menghormatinya. Di Australia, jadwal kenegaraan disesuaikan agar ia dapat shalat tepat waktu. Bahkan di Cina Komunis, protokol militer pun tunduk pada waktunya shalat. 

Saat berkunjung ke Moskow, seorang perwira Soviet yang bukan Muslim ikut menirukan setiap gerakan shalat Nasution, karena kagum pada keteguhannya.

Pesan beliau kepada prajurit sangat sederhana namun mendalam: “Jangan pernah malu menunaikan shalat. Itu adalah corp rapport seorang hamba kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.”

Dan pada malam 30 September 1965, taatnya pada shalat diyakini menjadi penyelamat hidupnya. Menurut kesaksian istrinya, Allah SWT membangunkannya melalui gigitan nyamuk hanya 10 menit sebelum pasukan PKI mendobrak pintu rumahnya.

Berkat itu, ia sempat melompat pagar belakang dan menyelamatkan diri ke halaman Kedutaan Irak.

Keyakinannya pada shalat bukan hanya menegakkan agama, tetapi juga menjadi bukti nyata perlindungan Allah kepada hamba-Nya yang istiqamah.