Aldi Bura, yang dikenal sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Gorontalo, kini menjadi sorotan publik setelah terungkap sebagai pengelola tambang emas ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah Boalemo, Gorontalo.

Aldi Bura, yang dulunya berdiri gagah bersama barisan aktivis mahasiswa, kini justru menikmati kemewahan hasil tambang ilegal yang ia kelola. Ironisnya, ketika sejumlah aktivis HMI turun ke jalan untuk menyuarakan penertiban PETI, mereka malah menjadi korban penganiayaan oleh pihak-pihak yang diduga terkait erat dengan lingkaran PETI tersebut. Sementara itu, Aldi Bura tetap nyaman dan aman menikmati hasil tambang ilegal di Kabupaten Boalemo.

Sebagai mantan aktivis yang kini menjelma menjadi “raja PETI” di Boalemo, Aldi Bura sangat paham bagaimana rapuhnya penegakan hukum dan bobroknya institusi Polri di Gorontalo dalam menghadapi aktivitas tambang ilegal ini.

baca : Asal Ada Setoran, PETI Dulupi Bebas Beraktivitas

Tak hanya itu, Aldi Bura disebut pernah menjadi bagian dari konsorsium ilegal yang dikuasai Yosar Monoarfa di Kabupaten Pohuwato, sebelum akhirnya mendirikan “kerajaannya” sendiri di Boalemo.

Tak berlebihan jika melihat kondisi di lokasi tambang yang dikelola Aldi Bura. Dengan pendapatan yang disebut-sebut mencapai hampir satu miliar rupiah setiap bulannya, sekitar 20 unit alat berat beraktivitas di kawasan hutan dan sungai, merusak ekosistem alam secara brutal. Aktivitas tambang ilegal ini memunculkan kekhawatiran besar akan ancaman bencana ekologis yang bisa menimpa masyarakat Boalemo kapan saja.

Masterplan pusat perbelanjaan “Aldi Mart” milik Aldi Bura yang rencananya akan di bangun di Boalemo

Hingga kini, aparat penegak hukum seakan tutup mata bahkan ikut bermain menjadi beking dan “kabilasa” memungut rupiah dari lokasi PETI. Masyarakat Boalemo dan sejumlah aktivis ligkungan mendesak agar tindakan tegas segera dilakukan, agar “kerajaan” tambang ilegal Aldi Bura ini tidak terus-menerus menimbulkan kerusakan lingkungan.