PEMALANG – Bagi masyarakat kota, bermain di persawahan sudah menjadi pengalaman yang langka. Tak heran jika banyak anak-anak kota terlihat begitu gembira ketika diajak bermain ke sawah.

Kerinduan akan suasana alam ini kerap terlihat dari berbagai unggahan di media sosial. Pemandangan anak-anak berlarian di pematang sawah saat kegiatan outing class seringkali membuat siapa pun betah menatap, meski hanya dari sebuah unggahan di layar Android.

Namun berbeda dengan Arum Diyah (30), warga desa di Kecamatan Ulujami. Baginya dan anak-anaknya, sawah adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka sudah terbiasa melihat petani membawa cangkul dan sabit menuju ladang, bahkan anak-anaknya pun akrab dengan aktivitas bermain di sawah.

“Mengajak anak ke sawah, merupakan salah satu cara untuk mengajarkan mereka agar mencintai alam. Di sawah, mereka tak hanya bermain, namun juga belajar,” tutur Diyah saat ditemui Kamis sore (1/5).

Ibu muda dengan dua anak ini menyebutkan, banyak aktivitas menarik yang bisa dilakukan anak-anak di sawah. Salah satunya adalah belajar menjaga keseimbangan tubuh.

Pematang sawah yang sempit, hanya cukup untuk satu orang berjalan, menjadi tempat yang baik untuk melatih hal itu. Terlebih saat musim hujan, pematang akan menjadi becek dan licin.

“Anak-anak diajarkan keseimbangan badan yang bagus saat meniti jalan di pematang sawah, agar tak jatuh terpeleset. Jatuh ke kiri ke areal sawah, bisa merusak tanaman yang masih kecil dan butuh perawatan. Jatuh ke kanan, bisa terperosok ke saluran air. Baju jadi kotor dan basah tentunya,” lanjut Diyah.

Ia juga mengajarkan anak-anaknya untuk tidak berjalan di jalan setapak yang tanah saat licin, melainkan berpijak pada rumput di sisi kanan-kiri jalan tersebut.

Diyah, yang hanya bisa bertemu suaminya beberapa hari sekali karena pekerjaan suami di luar kota, menambahkan bahwa mengenalkan berbagai jenis tanaman dan hewan di sawah membawa banyak manfaat bagi kedua buah hatinya.

Di sawah, mereka dapat menemukan aneka tanaman liar, seperti rumput, gulma, hingga bunga liar. Tak ketinggalan, serangga seperti belalang, kupu-kupu, dan capung pun sering mereka temui.

“Anak-anak bisa belajar secara langsung mengamati setiap aneka jenis tumbuhan dan aneka binatang tersebut, bahkan rasa penasaran mereka sangat tinggi. Otomatis mereka sering menanyakan seperti, ‘Ini bunga apa, Mah?’ ‘Itu hewan apa, Mah?'” tuturnya.

Ia menambahkan, saat musim panen tiba, anak-anaknya sangat antusias diajak ke sawah. Mereka sangat senang melihat mesin pemangkas padi yang oleh warga desa setempat disebut “combed”.

Tentu, anak-anak belum bisa ikut bekerja, mereka hanya menyaksikan dari kejauhan atau mendekat jika dirasa aman, sambil bercanda ringan. “Tapi kami tetap berupaya menerangkan pada mereka, karena ini adalah proses pembelajaran yang bagus buat mereka,” katanya.

Menikmati makanan usai bermain di persawahan juga menjadi momen istimewa bagi anak-anak. Menyantap nasi di gubuk, ditemani angin sepoi-sepoi, meski dengan lauk sederhana, terasa sangat nikmat. Usai makan, mereka biasanya diajak berkeliling kampung hingga lelah dan bisa tidur siang dengan pulas.

Mengajak anak ke sawah, menurut Diyah, membuat mereka lebih mencintai alam. Suatu ketika, saat melihat burung dalam sangkar milik tetangga, anak-anaknya pernah bertanya, kenapa burung itu tidak dilepaskan saja agar bisa mencari makan sendiri, seperti burung-burung liar di sawah.

Mengajak anak-anak ke sawah, sambil bermain dan belajar, menjadi cara alami untuk mengajarkan bahwa manusia hidup berdampingan dengan makhluk lain di bumi.

Ada tumbuhan dan hewan yang saling bergantung satu sama lain. Mereka juga belajar bahwa punahnya satu makhluk bisa mengganggu keseimbangan alam.

Memahami ekosistem dan rantai makanan pun jadi lebih mudah setelah melihat langsung aneka tanaman dan hewan di sawah. Bermain sekaligus belajar di alam terbuka memang menyenangkan.