
HarianMetro.co, GORONTALO – Banjir kembali melanda wilayah Kecamatan Popayato dan Kecamatan Lemito, Kab. Pohuwato, Prov. Gorontalo. Rumah yang terendam bajir berjumlah Sekitar 29 rumah desa lemito, 30an rumah di Kec. Popayato terbagi dari 3 desa (Ds. Popayato, ds. Tingki, dan ds. Maleo), lahan pertanian rusak, akses warga lumpuh, dan sekolah pun terendam, Minggu, (6/4/2025).
Namun, banjir kali ini bukan hanya soal curah hujan tinggi atau saluran air yang tersumbat. Ada masalah yang lebih dalam: aktivitas perusahaan yang terus menggerogoti lingkungan tanpa kendali.
Dalam beberapa tahun terakhir, maraknya perusahaan di sekitar wilayah rawan banjir menjadi perhatian serius. Mereka membuka lahan, menggunduli hutan penyangga, dan merusak struktur tanah. Tanpa adanya reklamasi atau upaya rehabilitasi, tanah yang semula menjadi penyerap air kini berubah menjadi lahan gersang dan rawan longsor.
Dampaknya jelas: saat hujan turun, tidak ada lagi yang menahan aliran air. Sungai meluap, air mengalir deras ke pemukiman, dan warga menjadi korban. Ironisnya, aktivitas perusahaan justru terus meraup untung, sementara masyarakat menanggung kerugian.
Pertanyaannya, di mana peran pemerintah? Mengapa pengawasan begitu lemah? Apakah ada pembiaran yang disengaja demi keuntungan segelintir pihak?
Sudah saatnya kita tidak lagi diam. Penindakan terhadap aktivitas perusahaan yang tidak sesuai perizinan harus tegas dan nyata, bukan sekadar wacana.
Pemulihan lingkungan harus menjadi prioritas, dan suara masyarakat yang menjadi korban harus didengar. Banjir bukan hanya bencana alamia adalah cerminan dari rusaknya tata kelola lingkungan dan minimnya keberpihakan terhadap rakyat kecil.
Penulis Sebagai: Zulfikar S. Daday, X Ketua Umum Kesatuan Pelajar Mahasiswa Popayato (KPMP)
Artikel Banjir dan Aktivitas Perusahaan tidak Sesuai Perizinan: Saat Kepentingan Ekonomi Merampas Hak Hidup Warga pertama kali tampil pada HARIAN METRO.