Dunia pertambangan ilegal di Gorontalo kembali diguncang. Kali ini, bukan sekadar soal aktivitas liar di kawasan Boalemo, tetapi melibatkan dugaan keterlibatan langsung dua perwira menengah (Pamen) Polda Gorontalo dalam pusaran praktik kotor pertambangan emas tanpa izin (PETI).

Adalah Marten Basaur , salah satu pelaku tambang ilegal di Boalemo, yang secara terang-terangan menyebut dua oknum pejabat Polda Gorontalo, sebagai penerima setoran dari aktivitas PETI yang terus merusak lingkungan dan mengangkangi hukum.

Pernyataan mengejutkan itu disampaikan Marten saat diwawancarai sejumlah awak media di halaman Mapolda Gorontalo, Selasa (3/6/2025). Didampingi kuasa hukumnya Rahmat Sahi, S.H., M.H, Marten tak ragu menyebut institusi kepolisian di Gorontalo terlalu banyak “bermain mata” dalam urusan tambang ilegal.

“Saya ingatkan kepada Pak Kapolda, jangan menutup mata. Pak Kapolda sangat tahu tambang ilegal ini, apalagi dengan anak buahnya sendiri. Jangan aparat seperti Kapolres, Kapolsek, bahkan Polda ikut mengintimidasi atau ikut menikmati keuntungan dari aktivitas ilegal ini,” tegas Marten.

Tidak berhenti sampai di situ, Marten bahkan mengatakan jika dirinya memiliki “bukti kuat berupa transferan uang” kepada dua oknum Pamen Polda yang disebut aktif membekingi tambang emas ilegal.

“Buktinya lengkap. Ada bukti transfer kepada oknum Kasubdit Intel Polda dan juga kepada oknum Kasubdit Tipiter Krimsus Polda,” ungkap Marten lantang.

Dua nama yang disebut dalam pengakuan Marten adalah AKBP Roni (Kasubdit Intel Polda Gorontalo) dan AKBP Firman (Kasubdit Tipiter Krimsus Polda Gorontalo). Hingga berita ini ditayangkan, keduanya belum memberikan tanggapan atau klarifikasi , meski telah dihubungi oleh awak media melalui pesan WhatsApp.

Institusi Polri Dipertaruhkan

Pernyataan Marten ini menjadi “tamparan keras terhadap integritas Polda Gorontalo”, yang selama ini mengklaim berkomitmen memberantas aktivitas tambang ilegal di wilayahnya.

Apalagi, jika tudingan adanya “setoran ke perwira menengah benar adanya”, maka Polda Gorontalo bukan lagi sekadar kecolongan, tapi ikut menjadi bagian dari kejahatan terorganisir yang merusak lingkungan, menabrak hukum, dan menindas masyarakat.

Kini, publik menunggu apakah Kapolda Gorontalo berani bersikap tegas terhadap anak buahnya, atau justru memilih diam demi menutupi borok institusi ?