JAKARTA – Colossal (2016) bukan sekadar film monster. Di tangan sutradara Nacho Vigalondo, kisah ini berubah menjadi metafora tajam tentang trauma, kecanduan, dan hubungan toxic.

Monster di Seoul, Luka di Amerika

Gloria (Anne Hathaway), seorang wanita pengangguran yang kecanduan alkohol, terpaksa kembali ke kampung halamannya setelah diusir pacarnya, Tim (Dan Stevens). Di sana, ia bertemu teman masa kecilnya, Oscar (Jason Sudeikis), yang kini mengelola bar.

Saat Gloria berusaha menata hidupnya, sebuah kejadian aneh terjadi: setiap kali ia berada di taman bermain tertentu pada pukul 8:05 pagi, monster raksasa muncul di Seoul, Korea Selatan, meniru gerakannya. Seolah tidak cukup aneh, Oscar ternyata juga memiliki koneksi dengan robot raksasa yang muncul di kota yang sama.

Awalnya, Gloria dan Oscar menganggap ini sebagai hal luar biasa yang bisa mereka kendalikan. Namun, semuanya berubah ketika Oscar menunjukkan sisi aslinya—ia bukan teman yang baik, melainkan pria manipulatif yang semakin kasar dan posesif. Ketika Gloria mencoba menjauh, Oscar mengancam akan terus menghancurkan Seoul dengan robotnya.

Konflik mencapai puncaknya saat Gloria akhirnya menemukan cara membalikkan keadaan. Ia terbang ke Korea Selatan, berdiri di lokasi yang “berhubungan” dengan taman bermain di kampung halamannya, dan menggunakan kekuatannya untuk menyingkirkan Oscar selamanya.

Luka yang Tak Terlihat

Gloria: Bukan tipikal pahlawan dalam film monster. Ia adalah wanita biasa yang berjuang melawan kecanduannya dan mencoba memahami trauma masa lalunya. Perjalanannya dalam film ini adalah tentang merebut kembali kendali atas hidupnya.

Oscar: Dari luar tampak seperti pria baik, tapi perlahan ia menunjukkan sisi gelapnya. Ia tidak hanya mengendalikan Gloria dengan kebaikannya, tetapi juga dengan kekerasan emosional dan ancaman fisik.

Tim: Mantan pacar yang terlihat seperti pria bertanggung jawab, tetapi sebenarnya juga memiliki sifat manipulatif dengan sikap superiornya terhadap Gloria.

Tentang Kekerasan dan Kendali

“Colossal” mengupas kekerasan dalam hubungan dengan cara unik. Oscar adalah gambaran klasik pria manipulatif yang menggunakan “kebaikan” sebagai alat kontrol sebelum akhirnya berubah menjadi ancaman nyata. Sementara Gloria mewakili seseorang yang harus berjuang keras untuk keluar dari lingkaran toxic.

Film ini juga berbicara tentang kecanduan bagaimana alkohol dan trauma masa lalu bisa membuat seseorang terperangkap dalam pola destruktif. Pada akhirnya, kemenangan Gloria bukan hanya tentang mengalahkan Oscar, tetapi juga tentang mengambil kembali hidupnya.