SURABAYA – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama manajemen RSUD Dr. Soewandhi. Dalam forum tersebut, anggota Komisi D, Johari Mustawan, mengapresiasi capaian rumah sakit yang kini berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu.

Menurut Johari, RS Soewandhi menunjukkan kinerja positif pada triwulan pertama 2025 dengan capaian pendapatan yang melampaui 100 persen. 

“Potensinya sudah besar. Dengan status BLUD, manajemen rumah sakit seharusnya diberi otonomi dalam menetapkan standar tarif, terutama untuk pasien non-BPJS,” kata Johari yang akrab disapa Bang Jo, Rabu (28/5).

Meski begitu, Johari memberi sejumlah catatan kepada RS Soewandhi dan Pemerintah Kota Surabaya. Ia menekankan perlunya regulasi tarif atas dan bawah agar manajemen memiliki ruang berinovasi tanpa menabrak aturan. 

“Distribusi tarif internal juga harus diatur agar pengelolaan tetap sehat dan akuntabel,” ujarnya.

Ia juga mendorong pengembangan layanan non-BPJS tanpa mengurangi mutu pelayanan bagi peserta JKN. Salah satu terobosan yang diusulkan adalah pengembangan wisata medis atau medical tourism di Surabaya. “Segmen ini punya potensi ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas layanan,” kata dia.

Pendapatan dari pasien non-BPJS, lanjut Johari, bisa digunakan untuk menyokong layanan publik, termasuk mendukung kebijakan Universal Health Coverage (UHC) di Surabaya. 

“Prinsipnya, semua warga tetap terlayani dengan baik,” ujarnya.

Soal regulasi, Johari menyoroti Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 97 Tahun 2022 yang mengatur tarif pelayanan di BLUD RSUD Kelas B. Menurutnya, aturan itu perlu dikaji ulang agar tak menghambat fleksibilitas BLUD, terutama dalam inovasi dan pelayanan terhadap pasien JKN.

Ia mengusulkan agar pemerintah kota merancang regulasi yang memberi kerangka kerja jelas bagi pengelola BLUD, menekankan mutu layanan dan keselamatan pasien, serta mendorong target keuntungan yang realistis dengan dukungan investasi dan kebijakan. 

“Pemerintah juga perlu membangun sistem pemantauan kepuasan pasien, baik peserta BPJS maupun non-BPJS,” ujar Johari.

Selain itu, ia menilai perlunya aturan yang mengakomodasi pengembangan medical tourism di rumah sakit-rumah sakit yang berstatus BLUD. 

“Jika dikelola dengan benar, bisa menjadi salah satu kekuatan baru sektor kesehatan di Surabaya,” katanya.