SURABAYA – Kamu sudah berbagi cerita, tawa, dan mungkin rencana-rencana kecil yang mulai terasa nyata. Dia bilang rindu, kamu percaya. Dia bilang akan datang, kamu menunggu. Lalu suatu hari, dia menghilang. Tanpa kabar. Tanpa penjelasan. Tanpa pamit.
Kamu coba hubungi centang dua tapi tak dibalas. Statusnya online, tapi diam. Posting story, tapi tak pernah menanggapi pesanmu. Lalu kamu sadar: kamu sedang di-ghosting.
Ghosting Itu Bukan Sekadar Menghilang
Banyak yang menganggap ghosting itu hal biasa. “Namanya juga belum resmi,” “Mungkin dia nggak cocok,” atau “Move on aja, ngapain baper.” Tapi ghosting bukan soal ‘tidak cocok’. Ghosting adalah tindakan menghilang begitu saja, tanpa kejelasan, tanpa penutup, tanpa ruang untuk bicara. Dan bagi yang ditinggalkan, itu bisa jadi luka yang sulit dijelaskan karena tidak pernah benar-benar selesai.
Luka itu tak berbentuk. Tapi nyata. Kamu mulai mempertanyakan diri sendiri: Apa aku kurang menarik? Kurang pintar? Terlalu cepat dekat? Salah ngomong? Terlalu berharap? Ghosting membuat seseorang menggugat dirinya sendiri. Bukan karena cinta yang dalam, tapi karena diam yang menyiksa.
Kenapa Orang Melakukan Ghosting?
Banyak alasan dan tak semuanya bisa dibenarkan:
Konfrontasi
Menghilang dianggap lebih mudah daripada jujur menyakiti hati orang lain. Padahal, diam pun menyakitkan.
Tidak merasa ada komitmen
Beberapa orang merasa tidak punya kewajiban menjelaskan apa pun karena “kan cuma chatting”, “belum pacaran”, atau “nggak serius-serius amat”. Tapi keterikatan emosional tidak butuh label resmi untuk terasa berat.
Hanya sedang bosan atau butuh validasi
Beberapa orang hadir bukan karena niat membangun hubungan, tapi karena butuh hiburan, teman bicara sementara, atau sekadar pengakuan bahwa mereka diinginkan.
Luka yang Tak Terlihat
Ghosting membuatmu berjalan sendirian, membawa tanya-tanya yang tak pernah dijawab. Ini bukan tentang drama atau terlalu sensitif. Ini soal kejujuran emosional yang dirampas. Tentang hubungan yang digantung di udara, tanpa kesempatan menutup dengan tenang.
Dan luka semacam ini sering dianggap tidak penting. Karena tidak ada perpisahan, maka tidak ada yang sah untuk diratapi. Tapi hati tahu: yang tak selesai kadang jauh lebih menyakitkan dari yang berakhir.
Kalau kamu pernah di-ghosting, kamu tidak berlebihan karena merasa sedih. Kamu tidak salah karena berharap pada orang yang terlihat tulus. Dan kamu tidak lemah karena merindukan penjelasan yang tak pernah datang.
Yang salah adalah mereka yang memilih pergi tanpa keberanian untuk bicara. Mereka yang hanya ingin hadir saat senang, lalu menghilang saat hubungan mulai butuh kejelasan.
Karena mencintai itu bukan sekadar datang. Tapi juga berani bertanggung jawab saat harus pergi.