SURABAYA – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) untuk revitalisasi Hi-Tech Mall, menjadi ruang kreatif pemuda dan arena sport center mendapat sorotan dari Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Baktiono.
Menurutnya, langkah tersebut bisa menjadi terobosan baru bagi perkembangan kota, namun Pemkot diminta tidak gegabah dalam menentukan arah pemanfaatan kawasan eks pusat perdagangan IT itu.
“Penting dilakukan uji publik sebelum kebijakan ini difinalisasi dengan melibatkan masyarakat secara langsung, bukan hanya mengandalkan survei dengan metode random sampling,” ujarnya, pada Kamis (2/10).
Baktiono mencontohkan, setiap RW di Surabaya bisa dijadikan basis responden dengan melibatkan warga secara lebih luas. Mekanisme ini, kata dia, akan menghasilkan data aspirasi yang jauh lebih akurat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Kalau mau tahu apa yang benar-benar diinginkan masyarakat, jangan hanya survei seribu orang. Libatkan lurah, camat, hingga RT dan RW untuk mengumpulkan masukan. Satu kampung bisa dipilih 20 orang dari berbagai kelompok, lalu dikalikan jumlah RW, hasilnya pasti lebih akurat,” paparnya.
Selain itu, legislator asal PDI-P tersebut juga menyinggung rekam jejak Hi-Tech Mall yang dulunya menjadi pusat penjualan komputer dan produk IT.
“Dulu Hi-Tech Mall butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa hidup, tapi akhirnya ditinggalkan karena tidak mampu menyesuaikan zaman,” ungkapnya.
Karena itu, ia menekankan bahwa arah pemanfaatan kawasan harus jelas, apakah untuk pelayanan publik, ruang pamer, pusat elektronik, atau arena olahraga. Keputusan tersebut, menurutnya, wajib diputuskan bersama masyarakat.
“Harus menjadi pelajaran, bahwa konsep revitalisasi tidak boleh salah arah. Menghidupkan kembali sebuah kawasan membutuhkan strategi jangka panjang, dukungan investor, serta kajian akademis dan riset mendalam,” tegasnya.
Baktiono juga menyarankan agar sebelum kebijakan direalisasikan, Pemkot melibatkan berbagai pihak, mulai dari Bappedalitbang, Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA), kalangan akademisi, hingga pengusaha.
“Tanpa kajian yang matang, biaya investasi yang mencapai puluhan miliar rupiah per tahun justru bisa menjadi beban berat, baik bagi investor maupun Pemkot,” pungkasnya.