HarianMetro.co, Gorontalo – Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, buruh artinya orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga mencantum pengertian buruh. Tepatnya pada Pasal 1 Ayat 3 UU Ketenagakerjaan.

Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Intinyta, siapapun yang bekerja dan diupah, maka mereka adalah buruh.

Hari Buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, merupakan momen penting untuk menghormati perjuangan dan kontribusi para pekerja diseluruh dunia. Hari ini disebut juga sebagai May Day, dan menjadi simbol perjuangan buruh untuk mendapatkan hak yang adil, seperti jam kerja yang manusiawi, upah yang layak, serta kondisi kerja yang aman.

Hari Buruh bermula dari gerakan buruh di abad ke-19, khususnya di Amerika Serikat, ketika para pelerja menuntut pemberlakuan jam kerja delapan jam sehari. Salah satu momen bersejarah adalah unjuk rasa di Hayamarket, Chicago pada tahun 1886, yang kemudian menginspirasi pergerakan buruh internasional.
Di Indonesia, Hari Buruh mulai diperingati secara resmi pada tahun 1920. Namun, sempat dilarang pada masa Orde Baru dan baru kembali ditetapkan sebagai hari libur nasional pada tahun 2013. Setiap tahun, para pekerja di Indonesai memperingati Hari Buruh dengan berbagai aksi damai, seruan keadilan sosial, dan penyampaian aspirasi kepada pemerintah dan pengusaha.

Hari Buruh tidak hanya sekadar perayaan saja, tetapi di sana ada harpan dan doa yang dilangitkan. Momentum hari buru ini terdapat kompkleksitas permasalahan dikeseluruhan wilayah Indonesia wabil khusus di Provinsi Gorontalo.

Mulai dari upah yang diterima tidak sesuai, lingkuangan kerja yang tidak kondusif, juga lemahnya perlindungan sosial dan hukum. Bahkan pemberlakuan PHK yang tidak manusiawi. Kondisi ini menjadi tantangan besar di dunia ketenagakerjaan.

Perbincangan mengenai pengangguran kerap kali menjadi perdebatan dan permaslahan diberbagai daerah. BPS dalam mengukur data ketenaga kerjaan dilakukan dengan Survei Angka Kerja Nasional (SAKERNAS). Data hasil SEKERNAS dirilis oleh BPS sebanyak dua kali dalam satu tahun yaitu data yang menggambarkan kondisi ketenaga kerjaan di bulan Februari dan Agustus (2024).
Pada rilis Kondisi Ketenagakerjaan Bulan Februari 2024, tercatat jumlah pengangguran di Provinsi Gorontalo sebesar 19,9 ribu orang. Jumlah ini menjadikan TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) di Provinsi Gorontalo sebesar 3,05 persen. Secara nasional, angka tersebut menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan kelima terendah dari 38 Provinsi.

Meski pun begitu, terkadang rendahnya angka pengangguran di suatu wilayah itu sebenarnya tidak langsung menggambarkan kondisi ketenagakerjaan di wilayah tersebut sudah naik. Ada aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan lebih jauh. Misalnya, yang perlu menjadi perhatian itu yakni mengenai produktivitas pekerja, sebab jika dilihat dari data SAKERNAS Februai Provinsi Gorontalo Proporsi masyarakat setengah menganggur ternyata masih cukup tinggi.

Potret Persoalan dan Kondisi Buruh di provinsi Gorontalo:

  1. Upah Minimum yang Tidak Mencukupi Kebutuhan Hidup Layak
  • Meski Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menetapkan Upah Minimun Provinsi (UMP), namun faktanya banyak buruh yang mengeluhkan bahwa besaran upah belum sebanding dengan kebutuhan dasar harian.
  • Ketidak sesuaian antara UMP dan harga kebutuhan pokok di tingkat lokal menjadi tekanan ekonomi bagi pekerja dan keluarganya.
  • Tidak sedikit perusahaan yang membayar di bawah UMP, terutama di sektor informal dan usaha mikro.
  1. Pekerja Tanpa Perlindungan Jaminan Sosial
  • Masih banyak buruh yang belum terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
  • Buruh disektoe informal (pedagang pasar, tukang ojek, buruh tani, dan pekerja rumahan) sering tidak memiliki akses terhadap perlindungan sosial dasar.
  • Kurangnya sosialisasi dan rendahnya literasi hukum membuat buruh tidak tahu bahwa mereka berhak mendapatkan perlindungan.
  1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak
  • Praktek PHK tanpa prosedur yang adil dan manusiawi masih sering terjadi.
  • Banyak pekerja yang diberhentikan tanpa kompensasi, terutama pasca-Covid-19 atau saat perusahaan mengalami penurunan produksi.
  • Lemahnya pengawasan dinas tenaga kerja membuat pelanggaran ini luput dari penindakan.
  1. Tingginya Tingkat Setengah Menganggur dan Pekerja Paruh Waktu
  • Berdasarkan data SAKERNAS Februari 2024, meskipun TPT (tingkat Pengangguran Terbuka) di Gorontalo relatif rendah(3,05 %), namun proporsi masyarakat yang tergolong “setengah menganggur” masih tinggi.
  • Artinya, banyak pekerja yang bekerja kurang dari jam kerja normal dan tidak mendapatkan penghasilan yang memadai.
  • Ini menunjukan adanya persoalandalam produktivitas dan kualitas lapangan kerja, bukan hanya kualitas.
  1. Buruknya Kondisi dan Keselamatan Kerja
  • Banyak buruh yangbekerja di lingkungan yang tidak memenuhi standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), terutama di sektor konstruksi, pertanian, dan industri rumahan.
  • Alat pelindung diri (APD) sering tidak disediakan, atau jika tidak, kualitas rendah.
  • Pengawasan terhadap standar K3 masih sangat minim, baik dari pemerintah maupun internal perusahaan.
  1. Buruh Perempuan Masih Rentan Diskriminasi
  • Perempuan pekerja sering menghadapi diskriminasi upah, beban kerja ganda, serta keterbatasan akses terhadap cuti haid, cuti melahirkan, dan ruang laktasi.
  • Pelecehan di tempat kerja, meski sulit dideteksi secara statistik, tetap menjadi isu serius yang jarang ditangani secara profesional.
  1. Lemahnya Serikat Pekerja dan Representasi Buruh
  • Tingkat organisasi buruh di Gorontalo masih rendah. Banyak perusahaan tidak memiliki serikat pekerja aktif.
  • Buruh tidak memiliki saluran representatif untuk menyuarakan hak dan kebutuhan mereka secara pekerja aktif.
  • Serikat buruh yang ada kerap mengalami tekanan, tidak memiliki kapasitas advokasi, atau kurang mendapat ruang dialog dari pihak perusahaan.

Hari Buruh bukan hanya tentang gerakan masa, tetapi juga tentang penghargaan atas peran besar buruh dalam membangun bangsa. Ini adalah waktu merenungkan betapa pentingnya, menciptakan hubungan industri yang harmonis, serta mendorong terciptanya kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

penulis : Zulfikar S. Daday
penerbit : HM

Artikel Ketua Umum Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) Provinsi Gorontalo Zulfikar S. Daday Soroti Persoalan Buruh di Provinsi Gorontalo pertama kali tampil pada HARIAN METRO.