SURABAYA – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan sejumlah dinas terkait, seperti Disbudporapar, DPM-PTSP, serta DPRKPP, untuk membahas persoalan perlindungan kawasan cagar budaya di Kota Pahlawan.

Rapat ini digelar sebagai respons atas viralnya pembongkaran bangunan di Jalan Raya Darmo No. 30, yang diduga termasuk dalam kawasan cagar budaya.

Anggota Komisi D, Michael Leksodimulyo, dengan tegas menyebut tindakan pembongkaran tersebut sebagai pelanggaran serius.

“Cagar budaya itu bukan hanya benda atau bangunan, tapi juga mencakup kawasan. Ini sudah jelas merupakan pelanggaran. Pemilik bangunan tidak memiliki izin pembongkaran, tidak ada rekomendasi dari Dinas Perumahan, tidak ada izin dari DPMPTSP, bahkan tidak ada konsultasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB),” tegas politisi PSI tersebut, pada Kamis (26/6).

Michael pun memperingatkan, bahwa pembiaran terhadap pelanggaran serupa akan menjadi preseden buruk bagi pelestarian sejarah kota. “Kalau tidak ada tindakan tegas, kawasan bersejarah kita bisa habis satu per satu,” ujarnya.

Untuk itu, ia mendorong Pemkot Surabaya segera membentuk Tim Pengelola Kawasan Cagar Budaya (TPKCB) dan mempercepat pengesahan Raperda tentang Perlindungan Cagar Budaya.

“Selama ini belum ada sanksi yang benar-benar memberi efek jera. Harus ada daya pukul hukum agar tidak diulangi,” pungkasnya.

Sementara itu, perwakilan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar), Heri Purwadi, mengakui masih lemahnya pengawasan di lapangan. Ia menjelaskan, pihaknya tengah menyusun data digital mengenai kawasan cagar budaya.

“Nantinya masyarakat bisa mengakses peta digital dan mengetahui mana saja kawasan cagar budaya, termasuk status bangunannya,” kata Heri.

Senada dengan itu, perwakilan Bappedalitbang, Fajar, menyatakan bahwa pihaknya kecolongan dalam kasus ini. Ia menegaskan, pengelolaan kawasan cagar budaya seharusnya mengikuti prosedur ketat.

“Kejadian ini harus jadi pelajaran. Ke depan, jangan sampai terulang, apalagi kawasan tersebut sudah diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2023,” ujarnya.

Dari sisi perizinan, perwakilan DPMPTSP, Yohanes, menambahkan bahwa setiap bangunan di kawasan cagar budaya wajib memiliki rekomendasi pembongkaran sebelum mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

“Faktanya, bangunan di Jalan Dr. Soetomo itu tidak memiliki rekomendasi apa pun. Jadi, kalau dikatakan melanggar aturan, itu memang benar,” jelasnya. 

Sementara itu, Ketua TACB Kota Surabaya, Retno Hastijanti, menyebut salah satu penyebab utama persoalan ini adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang perbedaan antara bangunan tua dan bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya.

“Tidak semua bangunan kuno otomatis menjadi cagar budaya. Penetapannya melalui proses dengan pertimbangan nilai sejarah, budaya, atau arsitektur. Namun, jika bangunan tersebut berada dalam kawasan cagar budaya, tetap harus mendapat perlindungan hukum,” tegasnya.