JAKARTA – Lapas Kelas I Cipinang menarik perhatian dunia pendidikan dengan pendekatan pembinaan berbasis asesmen risiko dan kebutuhan. Pada Kamis (8/5), puluhan Taruna Prodi Manajemen Pemasyarakatan Poltekip melakukan studi lapangan di sana, dalam rangka mata kuliah Asesmen Risiko dan Kebutuhan (ARK).

Kegiatan ini memberi pengalaman langsung mengenai penerapan instrumen Risiko Residivis Indonesia (RRI) dan asesmen kebutuhan kriminogenik sebagai dasar pembinaan yang adil dan adaptif.

Kalapas Cipinang, Wachid Wibowo, menegaskan bahwa pendekatan ini bagian dari reformasi pemasyarakatan.

“Pembinaan yang kami terapkan didasarkan pada data hasil asesmen risiko dan kebutuhan individual… Inilah cara kami menghadirkan keadilan dan efektivitas dalam proses pemasyarakatan,” tegas Wachid, Kamis (8/5)

Selain asesmen, Lapas Cipinang juga mengenalkan inovasi layanan digital seperti LATUCIP GO untuk pelayanan publik, dan SIPETA (Sistem Pengecekan Sterek Warga Binaan) berbasis QR Code yang mendukung transparansi dan pengawasan.

Kabid Pembinaan, Iwan Setiawan, menyatakan bahwa asesmen dan digitalisasi saling melengkapi.

“Asesmen menjadi peta jalan, sementara sistem seperti SIPETA membantu kami memantau progres dan respons mereka terhadap program,” jelasnya.

Para taruna mengikuti pemaparan teknis, diskusi, dan observasi kegiatan pembinaan kepribadian dan kemandirian.

Salah satu taruni, Anindya Rahma, mengaku terkesan.

“Kami belajar asesmen di kelas secara teori, tapi di sini kami melihat bagaimana data asesmen benar-benar digunakan… SIPETA dan Latucip GO juga menunjukkan bahwa pemasyarakatan tidak ketinggalan zaman,” ujarnya.