SURABAYA – Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur, Heru Satrio, mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk segera menertibkan keberadaan tenda dan aktivitas penggalangan donasi yang berdiri di Taman Apsari selama lima hari terakhir. Menurutnya, keberadaan tenda tersebut melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2020 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
Heru menegaskan bahwa dalam Pasal 11 Perda tersebut telah diatur secara jelas larangan aktivitas di jalur hijau maupun taman yang tidak sesuai peruntukannya. Larangan tersebut meliputi tindakan merusak fasilitas taman, bertempat tinggal, menyalahgunakan atau mengalihfungsikan ruang terbuka hijau, hingga berjualan atau menimbun barang di area publik.
“Sudah lima hari tenda berdiri di Taman Hapsari, dan itu jelas melanggar Perda. Apalagi di Pasal 11 huruf E disebutkan tidak boleh berjualan, menyewakan permainan, atau menyimpan barang di taman yang bukan untuk peruntukannya. Maka kami minta ini segera dibubarkan,” tegas Heru, Senin (25/8).
Ia mengaku sebelumnya MAKI Jatim berencana mendatangi langsung lokasi untuk membubarkan aktivitas tersebut. Namun, langkah itu urung dilakukan setelah adanya komunikasi positif dengan Wali Kota Surabaya dan jajaran Satpol PP.
Menurut Heru, Wali Kota Surabaya telah menyampaikan komitmennya untuk segera membubarkan tenda tersebut, sementara Satpol PP bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kesbangpol Surabaya menggelar rapat koordinasi pada pukul 13.00 siang ini untuk mengambil keputusan resmi.
Meski demikian, MAKI Jatim tetap memberikan batas waktu kepada Pemkot Surabaya hingga pukul 00.00 WIB tanggal 26 Agustus 2025. Jika tidak ada tindakan tegas, pihaknya memastikan akan turun langsung untuk membubarkan tenda tersebut.
“Kami warning, kalau sampai malam ini tidak ada penertiban, maka besok MAKI Jatim bersama jajaran akan mengambil langkah tegas dan terukur untuk membubarkan itu. Apapun yang terjadi akan kami tabrak, karena jelas ini pelanggaran Perda,” ujarnya.
Heru juga menyinggung lokasi keberadaan tenda yang dianggap sangat strategis, yakni berada di depan Gedung Grahadi—rumah dinas Gubernur Jawa Timur—yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari Pemkot Surabaya.
Terkait rencana aksi pada 3 September mendatang yang digerakkan oleh Cak Soleh, Heru menegaskan pihaknya tidak menolak aksi penyampaian pendapat karena hal tersebut dilindungi undang-undang. Namun, ia mempertanyakan substansi isu yang diangkat, khususnya mengenai kasus dana hibah Jawa Timur.
“Kalau soal dana hibah, KPK saat ini masih berproses dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak. Jadi jangan serta merta menarik opini bahwa Gubernur Jawa Timur menjadi tokoh sentral yang harus diturunkan. Kita negara hukum, biarkan KPK bekerja,” jelasnya.
Selain itu, Heru juga membantah adanya praktik pungutan liar (pungli) di SMA/SMK sebagaimana dituduhkan oleh penggerak aksi. Ia menyebut dana partisipasi masyarakat yang dihimpun melalui komite sekolah sah secara regulasi dan berdasarkan kesepakatan wali murid.
“Kalau memang ada pungli, laporkan saja ke aparat penegak hukum. Jangan hanya membangun opini di ruang publik. Jangan sampai karena satu-dua kasus lalu digeneralisir,” pungkasnya.
Dengan demikian, MAKI Jatim menegaskan posisinya: mendukung penegakan hukum terkait dana hibah yang ditangani KPK, menolak segala bentuk pungli di dunia pendidikan, sekaligus meminta Pemkot Surabaya tegas menegakkan Perda Nomor 2 Tahun 2020 dengan membubarkan tenda di Taman Hapsari.