SURABAYA – Ratusan warga Desa Kaligoro, Kabupaten Mojokerto, menggelar aksi damai di depan Markas Polda Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jumat, (11/8). Mereka menuntut keadilan atas kematian M. Alfan, pelajar yang tewas dalam kasus yang dinilai penuh kejanggalan.
Massa yang menamakan diri Persatuan Warga Kaligoro itu menyuarakan ketidakpuasan terhadap proses hukum yang berjalan. Mereka didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jawa Timur, yang juga menjadi kuasa hukum keluarga korban.
Salah satu tuntutan utama mereka adalah otopsi ulang jasad Alfan dan desakan kepada kejaksaan untuk memberikan petunjuk penetapan tersangka kepada pihak-pihak yang diduga terlibat.
LBH Ansor Jatim menilai ada ketidaktransparanan dalam penanganan kasus ini oleh penyidik Polres Mojokerto. Mereka bahkan curiga perkara ini akan berhenti tanpa titik terang.
“Kami merasa tidak puas terhadap proses penyidikan perkara ini. Bukan hanya tuntutan, tapi kami juga mensinyalir terhadap pasal-pasal yang diterapkan dan bukti-buktinya. Masalah ini tidak akan menyelesaikan perkara,” kata Koordinator LBH Ansor Jatim, M. Syahid.
Syahid juga menyoroti pasal yang dikenakan oleh penyidik. Menurutnya, penggunaan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian tidak relevan dengan rangkaian peristiwa yang menimpa Alfan.
“Peristiwa ini berawal dari si korban dijemput di sekolahnya sampai ditemukannya korban. Kemudian rangkaian peristiwa ini tidak sejalan dengan pasal yang diterapkan. Harusnya ada unsur penculikan dan kematian yang tidak wajar,” tegasnya.
LBH Ansor turut menyoroti lambannya respons polisi saat keluarga Alfan pertama kali melapor. Menurutnya daripada menindaklanjuti sebagai dugaan penculikan, laporan justru diproses sebagai orang hilang.
“Padahal jelas-jelas korban dijemput, bukan hilang. Ini menunjukkan adanya rangkaian yang terputus. Maka kami mendesak agar kejaksaan maupun kepolisian benar-benar mengawasi penyidikan ini,” ujarnya.
LBH Ansor menyatakan akan terus mengawal kasus ini. Mereka mendorong agar Propam dan Wasidik ikut mengawasi penyidikan, serta membuka peluang membawa perkara ini ke Komnas HAM atau Ombudsman RI jika tak ada perkembangan berarti.
“Kami ingin Propam dan Wasidik mengawasi penyidikan ini. Semua kecurigaan harus ditindaklanjuti,” ujar Syahid. Kalau perlu, kami akan membawa ini ke Komnas HAM atau Ombudsman. Bahkan aksi lanjutan pun bisa dilakukan jika diperlukan.” ujarnya.
Syahid menyerukan agar masyarakat, terutama kaum muda dan kalangan pesantren, tidak bersikap apatis terhadap ketidakadilan.
“Kami ingin semua sadar bahwa membela keadilan bukan hanya urusan hukum, tapi juga urusan kemanusiaan. Santri, pemuda, masyarakat sipil semua harus ikut mengawal,” tutupnya.