SURABAYA – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, guna mengevaluasi pelayanan darurat melalui Command Center 112, Senin (7/7).
Rapat ini dihadiri oleh pimpinan dan anggota Komisi D DPRD Surabaya, serta perwakilan dari Bappeda, BPPD, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP Kota Surabaya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi D, Akmarawita Kadir, mengungkapkan, bahwa masih banyak laporan masyarakat yang mengeluhkan lambannya penanganan panggilan darurat.
“Beberapa warga mengeluhkan telepon yang tidak segera diangkat, bahkan ada yang diminta menunggu hingga satu jam oleh petugas,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini menjadi perhatian serius dikarenakan perlunya pembenahan sistem pelayanan tanggap darurat di Kota Pahlawan ini.
Salah satu sorotan utama dalam rapat tersebut adalah keberadaan Tim Gerak Cepat (TGC) yang saat ini berada di bawah koordinasi Dinas Kesehatan. Meski telah memiliki tujuh posko, jumlah tersebut dinilai masih belum mencukupi, terutama di wilayah Surabaya Barat.
“Saat ini ada tujuh posko TGC yang tersebar, namun dirasa masih kurang, terutama di daerah barat. Oleh karena itu, akan ada penambahan tiga posko di wilayah barat dan satu posko di pusat kota,” jelasnya, legislator asal Partai Golkar.
Ia pun menambahkan, penambahan posko tersebut diharapkan dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi dalam merespons keadaan darurat, dengan tetap memperkuat koordinasi antar instansi.
“Penambahan posko ini nantinya akan mempermudah pergerakan tim di lapangan. Time response-nya bisa lebih cepat. Tapi tentu saja ini membutuhkan sinergi lintas dinas,” tegasnya.
Oleh karena itu, Komisi D mendorong adanya integrasi sistem antara Pemkot Surabaya dengan seluruh rumah sakit, baik negeri maupun swasta, dalam satu sistem tanggap darurat yang terpadu.
Namun demikian, ia pun mengingatkan pentingnya semua rumah sakit menerima pasien gawat darurat tanpa diskriminasi, apalagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Surabaya sudah berbasis Universal Health Coverage (UHC).
“Aturannya jelas, baik rumah sakit negeri maupun swasta wajib menerima pasien gawat darurat. Jika ada yang menolak, bisa dikenai sanksi pidana,” tegasnya.
Selain rumah sakit, pelayanan puskesmas 24 jam juga menjadi perhatian. Menurutnya, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) menjadi kendala utama.
“Banyak puskesmas, terutama yang tidak memiliki fasilitas rawat inap, kekurangan tenaga medis. Jumlah dokter dan perawat terbatas,” ujarnya.
Ia menambahkan, ketika tenaga medis ditarik untuk memperkuat TGC, pelayanan puskesmas menjadi terganggu. Untuk itu, DPRD mendorong penambahan SDM khusus di TGC agar operasional puskesmas tetap optimal.
“Kalau SDM ditarik ke TGC, pelayanan di puskesmas pasti terganggu. Maka tadi kami beri masukan agar dilakukan penambahan tenaga perawat dan dokter secara khusus untuk memperkuat TGC. Dengan begitu, puskesmas yang beroperasi 24 jam bisa tetap menjalankan fungsinya secara maksimal,” pungkasnya.