Provinsi Gorontalo yang terletak di Pulau Sulawesi sering kali mengalami banjir hampir setiap tahun belakangan ini. Fenomena ini menjadi perhatian serius, mengingat intensitas dan frekuensi banjir yang terus meningkat.
Selain masifnya pengrusakan hutan dan daerah aliran sungai oleh akivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang terus dibiarkan pemerintah daerah dan APH. Berikut adalah beberapa penyebab lainnya banjir yang terjadi saat ini, dibandingkan dengan situasi 10 tahun yang lalu :
Penyebab Banjir Saat Ini
Deforestasi dan Kerusakan Hutan
Penyebab utama banjir di Gorontalo khususnya di Kabupaten Pohuwato, kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo adalah deforestasi yang tidak terkendali. Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) menggunakan alat berat, penebangan pohon secara ilegal dan alih fungsi lahan untuk perkebunan atau permukiman mengakibatkan hilangnya vegetasi penahan air. Hal ini menyebabkan air hujan langsung mengalir ke sungai tanpa terserap ke dalam tanah, sehingga meningkatkan risiko banjir.
Peningkatan Curah Hujan Akibat Perubahan Iklim
Perubahan iklim global turut berkontribusi pada meningkatnya curah hujan di wilayah Gorontalo. Fenomena cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam waktu singkat menjadi lebih sering, sehingga sungai dan drainase tidak mampu menampung volume air yang besar.
Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai di Gorontalo khususnya di Kabupaten Pohuwato, kabupaten Boalemo, dan Kabupaten Gorontalo banyak mengalami sedimentasi dan penyempitan akibat aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang terus di biarkan oleh pemerintah daerah dan APH, akibatnya sungai kehilangan fungsi utamanya tidak mampu mengalirkan air dengan baik.
Urbanisasi yang Tidak Terkendali
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan di daerah perkotaan seperti Kota Gorontalo sering kali dilakukan tanpa perencanaan tata ruang yang baik. Hal ini mengurangi area resapan air dan memperbesar risiko banjir di kawasan permukiman.
Kondisi 10 Tahun yang Lalu
Pada satu dekade yang lalu, banjir di Gorontalo tidak terjadi sesering sekarang. Beberapa faktor yang menjelaskan perbedaan ini antara lain :
Kondisi Hutan yang Masih Terjaga
Sepuluh tahun lalu, tingkat deforestasi belum seburuk sekarang. Kawasan hutan di pegunungan Gorontalo masih cukup luas, sehingga mampu menyerap air hujan dan mencegah terjadinya banjir.
Curah Hujan yang Lebih Stabil
Perubahan iklim belum terlalu terasa dampaknya di Gorontalo pada masa itu. Pola curah hujan cenderung lebih stabil dan tidak menyebabkan lonjakan aliran air secara tiba-tiba.
Minimnya Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) dengan menggunakan alat berat masih relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. sehinganya sungai mampu mengalirkan air dengan lancar tanpa terhalang sedimentasi, pembukaan hutan untuk kepentingan perkebunan, pemukiman masih terkontrol oleh pemerintah daerah selain itu aparat penegak hukum masih menjalankan fungsinnya sesuai amanat undang-undang, sehingga para pengrusak lingkungan segan melakukan aktivias ilegal.
Tata Ruang yang Lebih Terkendali
Urbanisasi belum berkembang pesat seperti sekarang. Area resapan air masih cukup banyak tersedia, sehingga air hujan tidak langsung mengalir ke permukiman atau sungai.
Untuk mengatasi masalah banjir di Gorontalo, diperlukan keseriusan pemerintah daerah dan masyarakat untuk melakukan reboisasi dan menjaga daerah aliran sungai dari kerusakan lebih lanjut selain itu sistem drainase di kawasan perkotaan perlu ditingkatkan agar mampu menampung volume air yang besar dan pembangunan harus dilakukan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dengan mengutamakan area resapan air.
Melalui kerja sama antara pemerintah daerah dan masyarakat, diharapkan masalah banjir di Gorontalo dapat dikendalikan, sehingga dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan dapat diminimalkan.