Pernyataan kontroversial yang dilontarkan Marten Basaur soal dugaan keterlibatan perwira menengah (Pamen) Polda Gorontalo dalam aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), bisa membuka “kotak pandora” kasus-kasus penganiayaan terhadap aktivis yang selama ini vokal menolak keberadaan PETI di Gorontalo.
Dalam sebuah forum terbuka yang terekam oleh beberapa media lokal, Marten menyebut ada keterlibatan oknum aparat dalam mengamankan dan memfasilitasi operasi PETI di Gorontalo, dua oknum pamen polda Gorontalo masing-masing Kasubdit Intel Polda dan Kasubdit Tipter Krimsus disebut sebagai penerima manfaat dari aktivitas PETI.
Pernyataan ini langsung menjadi bola panas yang mengundang reaksi dari berbagai elemen masyarakat, terutama dari kalangan aktivis lingkungan yang selama ini merasa dibungkam melalui cara cara intimidasi dan penganiayaan.
Jejak Kekerasan Terhadap Aktivis : Kebetulan atau Pola Terstruktur ?
Sejak Mei 2025, sedikitnya lima kasus intimidasi dan kekerasan fisik terhadap aktivis anti-PETI di Gorontalo tercatat belum menemukan kejelasan hukum. Ironisnya, mayoritas korban merupakan aktivis yang kerap menyuarakan dugaan keterlibatan oknum aparat dalam praktik tambang ilegal. Kini, dengan pengakuan Marten, publik bertanya: Apakah penganiayaan-penganiayaan itu terjadi secara kebetulan, atau merupakan bagian dari pola pembungkaman yang sistematis ?
“Kalau benar ada backing aparat di balik PETI seperti yang di utarakan Marten Basaur, lalu para aktivis dibungkam satu per satu, maka ini bukan lagi sekadar pelanggaran hukum. Ini bentuk nyata dari pembusukan institusi negara,” ujar Rayhan Ahmad aktivis lingkungan Gorontalo.
baca : Rentetan Peristiwa Penganiayaan Terhadap Aktivis Gorontalo, Diduga Terkait Kritik Tambang Ilegal
Desakan Transparansi dan Penegakan Hukum
Pernyataan Marten membuka ruang bagi penegak hukum untuk meninjau ulang berbagai kasus penganiayaan yang selama ini terkesan mandek.
Sejumlah pihak mendesak Kapolri untuk turun tangan langsung memeriksa sejumlah oknum di internal Polda Gorontalo yang disebut Marten sebagai beking PETI, serta mengusut tuntas keterlibatan aparat dalam aktivitas ilegal tersebut.
“Ini waktunya Polda Gorontalo bersih-bersih internal. Jangan sampai kepercayaan publik runtuh hanya karena ulah segelintir oknum,” pungkas Rayhan.