HarianMetro.co, POHUWATO – Seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga berprofesi sebagai guru SD di Kecamatan Popayato, diduga menjalani praktik rentenir. Informasi ini mencuat setelah beberapa warga mengaku dipermalukan di media sosial maupun di lingkungan sekitar, karena terlambat membayar pinjaman.

Sejumlah korban mengaku awalnya meminjam uang dengan jumlah kecil, sekitar Rp2 juta, namun dikenakan bunga yang cukup tinggi, yakni 20 persen per bulan. Jika terjadi keterlambatan, bunga kembali dilipatgandakan.

“Sebagian sudah kami bayar, tapi karena belum bisa melunasi semuanya, kami malah dipermalukan. Padahal ada niat untuk melunasi, hanya butuh waktu mencari uang,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Warga menyesalkan tindakan oknum guru tersebut yang dianggap tidak mencerminkan martabat seorang pendidik.

“Kalau memang ada surat perjanjian, mestinya dibawa ke jalur hukum, bukan mempermalukan orang lain dengan tulisan-tulisan bernada ancaman,” tambahnya.

Informasi yang beredar, oknum guru SDN 01 Popayato berinisial SP ini juga istri dari Kepala Desa Popayato, Yusuf Dini Dahumu, diduga telah lama menjalankan praktik ini. Tidak sedikit korban yang mengaku dirugikan, termasuk dari kalangan ASN.

Pemerintah Desa Popayato, Yusuf Dini Dahulu, mengaku postingan yang dilakukan istrinya sudah sesuai kesepakatan bersama, karena sebelum melakukan peminjaman kedua belah pihak harus menandatangani surat perjanjian.

“Saya rasa yang postingan itu tidak masalah, karena ada kesepakatan bersama ketika tidak melunasi hutang akan terposting di beberapa media sosial,” tutup Yusuf.

Sementara itu, salah satu praktisi hukum di Pohuwato, Hendriyanto Mahmud ketika dimintai tanggapannya mengatakan bahwa, masyarakat perlu memahami bahwa memviralkan seseorang dengan unggahan berkonotasi negatif, apalagi menyebut nama secara langsung, dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau penghinaan.

“Menagih utang lewat media sosial bisa dianggap sebagai bentuk pencemaran nama baik. Apalagi jika dilakukan dengan nada mengancam, mempermalukan, atau disertai kekerasan verbal maupun fisik. Itu jelas melanggar etika dan hukum,” jelas Hendriyanto, pada Selasa (23/9/2025).

Ia menambahkan bahwa penagihan utang yang dilakukan secara terbuka dan tidak pada tempatnya bisa mengandung unsur pidana jika dilakukan dengan cara-cara yang melawan hukum.

Lebih lanjut, Hendriyanto membeberkan bahwa ada sejumlah sanksi yang bisa menjerat pihak penagih utang jika terbukti melanggar hukum:

Pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda hingga Rp10 juta, sebagaimana diatur dalam kategori II pidana ringan.

Jika tindakan penagihan mengandung unsur pencemaran nama baik atau penghinaan melalui media elektronik, maka pelaku bisa dikenakan pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Sebagai solusi, Hendriyanto menekankan bahwa persoalan utang piutang adalah urusan pribadi yang seharusnya tidak diumbar ke ruang publik.

“Jika menghadapi kesulitan dalam penagihan, sebaiknya tempuh jalur yang benar. Bisa dengan meminta bantuan pihak berwenang atau menyelesaikannya melalui proses hukum,” ujarnya.//Mldi

Artikel Pinjaman Berbunga Tinggi, Oknum PNS di Pohuwato Terseret Dugaan Praktik Rentenir pertama kali tampil pada HARIAN METRO.