SURABAYA — Ketua terpilih Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Jawa Timur, Muhammad Ivan Akiedozawa, atau akrab disapa Edo, menyampaikan keprihatinan mendalam atas penanganan kasus kematian M. Alfan, pelajar SMK Raden Rahmat Mojosari, yang hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Edo menilai, proses hukum yang dijalankan Polres Mojokerto memunculkan banyak pertanyaan, khususnya terkait penetapan pasal kelalaian terhadap tersangka.

Padahal, menurutnya, rangkaian peristiwa yang terjadi jelas: mulai dari penjemputan korban di sekolah, dibawa ke rumah tersangka, hingga akhirnya ditemukan meninggal di Sungai Brantas.

“Sebagai organisasi mahasiswa, kami berkewajiban menyuarakan hal ini bukan untuk mencari sensasi, tetapi untuk mengingatkan bahwa setiap proses hukum harus menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Kami percaya kepolisian adalah garda terdepan penegakan hukum. Justru karena itu, setiap langkahnya harus terbuka pada pengawasan publik,” tegas Edo, pada Minggu (10/8).

Ia juga menyoroti, langkah awal pihak kepolisian yang mengklasifikasikan laporan keluarga korban sebagai kasus orang hilang, bukan dugaan penculikan. Menurutnya, hal itu berpotensi mengaburkan konteks peristiwa.

Minimnya komunikasi resmi, seperti keterlambatan pemberian SP2HP dan belum adanya jawaban atas surat pengaduan warga, semakin memperbesar keraguan publik.
Kritik Edo turut ditujukan kepada Kapolda Jawa Timur. Ia berharap Kapolda dapat memantau langsung dan mengevaluasi proses penyidikan di tingkat Polres Mojokerto.

“Peran Polda sangat penting untuk memastikan pasal yang digunakan, metode penyidikan, dan pengelolaan barang bukti sesuai prosedur serta menjawab rasa keadilan masyarakat,” tambahnya.

PKC PMII Jatim mengajukan empat poin rekomendasi:

1. Evaluasi pasal yang diterapkan dengan mempertimbangkan seluruh rangkaian fakta peristiwa.

2. Membuka kronologi secara utuh dan menjelaskannya kepada publik.

3. Menghadirkan pengawasan dari Propam dan Wasidik Mabes Polri guna menjamin independensi penyidikan.

4. Mempertimbangkan ekshumasi dan otopsi ulang bila hal tersebut diperlukan untuk mendapatkan kebenaran ilmiah.

Edo menegaskan, bahwa PMII Jatim siap bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian dan lembaga negara lainnya, demi memastikan kasus ini terungkap secara terang benderang.

“Kami tidak memposisikan diri sebagai pihak yang memusuhi aparat. Sebaliknya, kami hadir sebagai mitra kritis yang mengingatkan agar kepercayaan masyarakat terhadap hukum tidak terkikis. Keadilan untuk Alfan adalah bagian dari keadilan untuk kita semua,” pungkasnya.