SURABAYA – Ramai diperbincangkan di media sosial atas pembongkaran bangunan yang diduga sebagai cagar budaya, hal ini dibantah langsung oleh Retno Hastijanti Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya. Sebelumnya bangunan tersebut terletak di jl. Darmo No. 30.
Menurutnya, bangunan tersebut sama sekali bukan merupakan Cagar Budaya. Bahkan, statusnya tidak termasuk dalam kategori Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).
“Bangunan yang di Jalan Raya Darmo No 30 Surabaya itu bukan bangunan Cagar Budaya, bahkan juga bukan ODCG,” kata Hasti dalam konferensi pers di Kantor Disbudporapar Kota Surabaya, Rabu (4/6).
Lebih lanjutnya, Hasti menyampaikan, berdasarkan data yang dimilikinya, bangunan tersebut telah mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di tahun 1989 guna perubahan bentuk.
“Bangunan tersebut telah mengajukan IMB di tahun 1989 untuk perubahan bangunannya. Sehingga pada tahun 1998, dimana SK situs kawasan Darmo terbit,” tambahnya.
Selain itu, Dosen Arsitektur dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya ini, juga membeberkan, bahwa semua bangunan cagar budaya telah diberi penanda berupa plakat.
“Jadi semua bangunan dan kawasan atau situs, itu sudah kita letakkan plakat. Jadi kalau pemerintah akan merawat atau masyarakat bisa langsung tahu,” ucap dia.
Hal senada pun juga diungkapkan oleh Kuncarsono Prasetyo dari Komunitas Begandring Soerabaia, yang mengatakan bawa bangunan di Jl. Darmo 30 yang dipermasalahkan tidak pernah masuk dalam daftar bangunan cagar budaya di Surabaya.
“Kami memiliki data tentang jumlah bangunan cagar budaya, terakhir ada sekitar 200 lebih. Nah, itu (Jalan Darmo 30) tidak ada, bangunan yang sekarang dimasalahkan. Makanya saya juga heran,” ujar Kuncar.
Kuncar juga menyebutkan, bahwa kawasan cagar budaya memang ada di sekitar lokasi Jalan Darmo 30 Surabaya, namun tidak semua bangunan dalam kawasan otomatis menjadi cagar budaya.
Ia mencontohkan, kompleks Katedral Surabaya yang memiliki beberapa bangunan cagar budaya, namun pembangunan di antaranya tetap dimungkinkan.
“Makanya di kompleksnya katedral, gereja tidak diapapain, tapi di antara gereja dan keuskupan dibangun tidak masalah. Karena kawasan cagar budaya itu ada karena beberapa, bukan semuanya. Makanya ini yang perlu diluruskan,” tutupnya.