SURABAYA – Komisi A DPRD kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Warga Simolawang, dan Dispendukcapil, yang berlangsung di Ruang Badan Musyarawah, pada Selasa (23/9).

Kegiatan tersebut, membahas atas Surat Edaran (SE) Sekda Nomor 400.12/10518/436.7.11/2024 yang membatasi maksimal tiga Kartu Keluarga (KK) dalam satu alamat.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi A DPRD Surabaya, M. Saifuddin, menilai SE tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang jelas. Kesepakatan tersebut juga dituangkan dalam notulensi rapat sebagai dasar langkah selanjutnya.

“Kita sepakat semuanya sepakat. Bahkan kesepakatan ini tertuang dalam notulensi. Yang pertama, kami merekomendasikan untuk mencabut surat edaran Sekretaris Daerah Kota Surabaya yang dikeluarkan pada tanggal 31 Mei 2024,” ujar Bang Udin sapaan akrabnya.

Bang Udin menambahkan, bahwa Komisi A juga meminta Dispendukcapil segera menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang administrasi kependudukan sebagai pengganti aturan tersebut.

Kepala Dispendukcapil, kata dia, sudah memastikan raperda akan diajukan pada Oktober 2025.

“Kenapa kami meminta mencabut surat edaran lalu mengganti Perda atau Perwali? Agar aturan itu jelas dan mengikat secara hukum. Kalau surat edaran itu tidak bisa dikatakan produk hukum karena sifatnya hanya mengatur internal,” jelas politisi Demokrat ini.

Ia juga menyampaikan, bahwa pembahasan raperda akan melibatkan berbagai pihak melalui mekanisme Badan Musyawarah (Banmus) dan Panitia Khusus (Pansus) DPRD.

“Dengan perda ini nanti, pemerintah kota akan memiliki payung hukum yang jelas. Tidak hanya mengeluarkan surat edaran, tetapi juga aturan yang benar-benar melindungi hak warga,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi A Azhar Kahfi, ia menyambut baik keputusan pencabutan SE tersebut.

“Alhamdulillah, dengan dicabutnya SE Sekda terkait pembatasan KK akhirnya membuat terang benderang bagi warga yang merasa haknya dibatasi oleh SE ini,” ujar Kahfi.

Politisi muda asal Partai Gerindra ini menegaskan pentingnya menyusun perda yang mampu menjawab persoalan bonus demografi dan perbedaan karakteristik antarwilayah di Surabaya.

Dia optimistis di bawah kepemimpinan Kadispendukcapil Edi Christijanto, regulasi yang harmonis bisa segera terwujud.

“Kedepan mari kita tata bersama penguatan pelayanan publik melalui perda atau perwali agar tidak lagi menimbulkan masalah turunan. Saya yakin di bawah kepemimpinan Pak Edi, semua persoalan administrasi kependudukan bisa teratasi,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menegaskan pihaknya telah mendengar aspirasi warga serta mencermati penjelasan Pemkot Surabaya melalui Dispendukcapil.

Dari hasil pembahasan tersebut, Komisi A resmi merekomendasikan pencabutan SE dan penyusunan perda baru.

“Kami akan bersama-sama menyusun raperda terbaru tentang administrasi kependudukan dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak,” kata Cak Yebe sapaan karibnya.

Cak Yebe berharap, kesepakatan ini bisa menjadi solusi permanen bagi polemik pembatasan tiga KK dalam satu alamat yang selama ini meresahkan warga.

“Dengan adanya perda, pemerintah kota akan memiliki payung hukum yang kuat untuk memastikan pelayanan administrasi kependudukan berjalan adil dan transparan,” pungkas Cak Yebe.

Berdasarkan resume rapat resmi Komisi A, empat poin utama yang disepakati antara lain:

1. Mencabut SE Sekda Kota Surabaya Nomor 400.12/10518/436.7.11/2024 tentang Layanan Pecah KK yang diterbitkan 31 Mei 2024.

2. Meminta Pemkot segera mengajukan Raperda atau Perwali yang memuat aturan lengkap tentang administrasi kependudukan, termasuk klausul pengecualian dalam aturan pecah KK.

3. Dispendukcapil wajib memberikan pelayanan maksimal untuk dokumen kependudukan seperti Akta Kelahiran, Kartu Identitas Anak, dan KK, baik secara de jure maupun de facto.

4. Komisi A DPRD Surabaya dilibatkan dalam proses perencanaan dan pembahasan kebijakan terkait administrasi kependudukan.