SURABAYA – Menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan pungutan biaya dalam kegiatan wisuda di SMPN 1 Surabaya, anggota Komisi D DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Muklas Niam, membenarkan adanya laporan tersebut.

Menurut Ghoni, setelah dilakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Senin (29/4) lalu, tidak ditemukan adanya pungutan resmi yang dibebankan oleh pihak sekolah kepada siswa.

“Tidak ada biaya yang dibebankan oleh sekolah kepada siswa. Ini murni apresiasi dari wali murid,” ujar Ghoni, pada Rabu (30/4).

Ia menambahkan, pelaksanaan wisuda dilakukan secara gotong royong dan tidak bersifat memaksa. “Ini contoh gotong royong yang positif, selama dikelola secara transparan dan tidak menimbulkan tekanan kepada pihak mana pun,” tambahnya.

Meski demikian, Ghoni mengingatkan agar semangat kebersamaan tersebut tidak menjadi beban, terutama bagi siswa dari keluarga kurang mampu.

“Sekolah perlu menegaskan bahwa kontribusi bersifat sukarela. Jangan sampai inisiatif yang baik justru menimbulkan kesenjangan atau tekanan psikologis,” tegasnya.

Sementara itu, perwakilan Dewan Pendidikan Jawa Timur, Ali Yusa, yang turut hadir dalam sidak, menyoroti pentingnya komunikasi terbuka antara pihak sekolah, komite, dan wali murid.

Menurutnya, kegiatan pendukung wisuda seperti santunan, doa bersama, pentas seni, dan buku kenangan merupakan hal yang lazim diadakan. Namun, seluruh bentuk kontribusi perlu disesuaikan dengan kemampuan seluruh pihak yang terlibat.

“Informasi yang kami terima menyebutkan bahwa total biaya yang sempat beredar mencapai Rp1.150.000 per siswa. Ini bisa menjadi beban apabila tidak dijelaskan secara transparan sejak awal,” pungkasnya.