PEMALANG – Delapan tahun terakhir, Taryono bersaudara menekuni profesi yang bergantung pada kepekaan indera peraba. Ia mengenal titik-titik refleksi tubuh, mempraktikkan transfer energi melalui jari jemari dalam tradisi pengobatan pijat yang tak lekang oleh waktu.
Taryono, 28 tahun, anak keempat dari tujuh bersaudara, membuat langkah besar dalam hidupnya. Di tengah keterbatasan penglihatan, ia tak hanya mampu menata masa depan pribadi, tetapi juga merintis jalan bagi sesama penyandang disabilitas sensorik netra.
“Saya menempuh pendidikan di lingkungan Sekolah Luar Biasa (SLB) beberapa tahun dan sempat belajar sambil bekerja di klinik pijat refleksi. Saya punya pikiran gak mungkin selamanya kerja di orang. Saya mau membantu sesama saya (PD Sensorik Netra), jadi saya putuskan resign dan nekat buka usaha sendiri,” kata Taryono, Senin, (16/6)
Lelaki asal Danasari, Kecamatan Pemalang, mengenal pijat refleksi sejak 2015 saat mengikuti pelatihan di lingkungan SLB setempat. Ia menekuni pelatihan selama setahun, hingga menjadi salah satu peserta berprestasi.
Awal 2017, Taryono mendirikan usaha pertamanya: Gerai Pijat Mas Tar. Ia menyewa satu unit kios ruko dengan tarif Rp6 juta per tahun. Lokasi itu dipilih karena memiliki area parkir cukup luas. Seiring waktu, usaha pijat refleksi yang dikelolanya berkembang pesat.
“Kalau prospeknya menurut saya untuk pijet di tempat ini dengan parkiran lebar ya baguslah menurut saya di sini, kalau yang lain ga tau,” ujar Taryono.
Setiap hari, Gerai Pijat Mas Tar rata-rata melayani sepuluh pelanggan. Ditambah penjualan sembako, Taryono mencatat omzet harian hingga Rp1 juta. Dengan begitu, pendapatan bulanannya mencapai sekitar Rp30 juta. Ia tak menjalankan bisnis ini sendiri empat saudara kandungnya yang juga mengalami disabilitas sensorik netra turut terlibat.
“Buat rata-rata sehari penghasilan dapat 10 orang saya bisa mendapatkan Rp.500 ribu, ditambah sembako juga Rp.500 ribu berarti omzet sebulan Rp.30 juta. Harapan saya biar tambah lebih ini kan masih satu kios, biar diperlebarlah, biar bisa merekrut teman-teman tuna netra, agar membantu mereka yang masih belum punya pekerjaan,” ucapnya.
Di akhir perbincangan, Taryono menyebut prioritasnya bukan pada saudara, melainkan teman-teman penyandang disabilitas yang belum memiliki pekerjaan.
“Kalau menurut saya kalau saudara ya biar punya kios sendiri-sendiri, jangan satu kios. Terus menolong temen sesama penyandang yang belum bekerja. Kalau saya 7 bersaudara, yang tuna netra 5, yang 2 normal.” terang nya
“Sementara yang 3 masih membantu saya, 2 sudah mijet plus sembako. Buat teman-teman saya sering menghimbau kalau pijetnya lebih dimaksimalkan biar nanti dapat pelanggan banyak, biar nanti bisa buka sendiri,” tutupnya.