SURABAYA – Sahabat Tikta, kita semua pasti pernah mendengar kalimat-kalimat seperti “Kamu kuat kok, pasti bisa melewati ini,” atau “Positive thinking aja, semuanya bakal baik-baik saja.” Meskipun niatnya baik, kalimat-kalimat seperti itu sering kali tidak memberikan kenyamanan, malah bisa membuat kita merasa lebih tertekan. Inilah yang dikenal dengan istilah toxic positivity, yaitu sikap positif yang berlebihan dan tidak realistis yang justru bisa merugikan.
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah kecenderungan untuk menekankan pentingnya berpikir positif secara berlebihan, bahkan ketika seseorang sedang menghadapi kesulitan atau perasaan yang sulit. Meskipun positif thinking bisa menjadi hal yang baik dalam banyak situasi, toxic positivity justru menekan atau mengabaikan perasaan negatif yang sah, seperti kesedihan, kecemasan, atau rasa marah. Pada akhirnya, hal ini justru membuat seseorang merasa tidak dihargai atau tidak dipahami.
Contoh dari toxic positivity adalah saat seseorang yang sedang berduka atau merasa terpuruk justru mendapatkan nasehat seperti “Jangan terlalu sedih, pasti ada hikmahnya” atau “Semua orang punya masalah, kamu nggak sendiri.” Meskipun niat orang yang memberikan nasehat itu baik, kata-kata tersebut bisa terkesan meremehkan perasaan orang yang sedang berjuang.
Mengapa Toxic Positivity Bisa Merugikan?
Toxic positivity bisa mengarah pada beberapa dampak psikologis yang merugikan, salah satunya adalah penekanan emosi. Ketika seseorang dipaksa untuk selalu berpikir positif atau mengabaikan perasaan negatif, ia bisa merasa tertekan untuk selalu tampak baik-baik saja, padahal perasaan tersebut perlu diproses dan dihargai. Hal ini bisa membuat seseorang merasa kesepian dan isolasi, karena mereka merasa tidak ada yang benar-benar memahami kondisi emosional mereka.
Selain itu, toxic positivity dapat membuat kita merasa bersalah atas perasaan kita sendiri. Misalnya, kita merasa tidak cukup kuat atau tidak cukup positif karena merasa sedih atau cemas. Ini bisa memperburuk keadaan, karena kita merasa tidak diperbolehkan untuk merasakan emosi-emosi tersebut, padahal perasaan negatif juga bagian dari proses penyembuhan.
Dampak pada Kesehatan Mental
Toxic positivity juga dapat memperburuk kesehatan mental. Ketika kita terus-menerus menekan perasaan atau berpura-pura bahagia, kita malah tidak memberikan kesempatan pada diri kita untuk mengatasi masalah yang sebenarnya ada. Hal ini dapat memperburuk kondisi seperti kecemasan, depresi, atau bahkan burnout, karena perasaan yang terpendam tidak pernah diproses dengan baik.
Selain itu, toxic positivity membuat kita cenderung untuk menghindari masalah dan hanya fokus pada sisi baiknya saja. Padahal, mengenali dan menerima perasaan negatif merupakan langkah pertama untuk bisa sembuh dan pulih. Jika kita terus-menerus berusaha menghindari perasaan tersebut, kita justru akan semakin kesulitan untuk menghadapinya di masa depan.
Bagaimana Menghindari Toxic Positivity?
Cara agar kita bisa lebih bijaksana dalam memberikan dukungan kepada orang lain tanpa terjebak dalam toxic positivity?
1. Akui perasaan negatif. Sebelum memberikan nasihat atau dukungan, cobalah untuk mengakui perasaan orang tersebut. Misalnya, “Aku paham ini pasti berat untukmu,” daripada langsung beralih ke “Kamu kuat kok.”
2. Tawarkan dukungan yang realistis. Daripada hanya mendorong seseorang untuk berpikir positif, berikan dukungan praktis yang bisa membantu mereka mengatasi perasaan atau situasi mereka, seperti mendengarkan atau menawarkan bantuan konkret.
3. Jangan menghakimi perasaan orang lain. Setiap orang berhak merasakan emosi mereka, baik itu marah, sedih, atau kecewa. Jangan menilai atau menganggap perasaan negatif sebagai sesuatu yang salah.
Toxic positivity sering kali muncul dengan niat yang baik, tetapi dalam banyak kasus justru bisa memperburuk keadaan. Menghargai dan menerima perasaan negatif adalah bagian penting dari kesejahteraan emosional.
Jadi, sebelum memberi dukungan, pastikan kamu memberikan ruang untuk perasaan orang lain, Bahwa tidak apa-apa untuk tidak selalu merasa baik-baik saja. Emosi kita, baik positif maupun negatif, perlu diterima dan diproses dengan cara yang sehat.