SURABAYA – Kabar penentuan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur untuk tahun 2026 masih diselimuti ketidakpastian. Hingga hari ini, Sabtu (13/12), Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) belum bisa mengambil keputusan final. Alasannya belum turunnya petunjuk teknis (juknis) resmi dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) Republik Indonesia.
Kondisi ini praktis membuat proses penentuan UMP, yang menjadi acuan awal bagi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), mengalami penundaan.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur (Sekdaprov Jatim), Adhy Karyono, menyatakan bahwa Pemprov Jatim saat ini berada dalam posisi menunggu.
“Penentuan UMP baru bisa dilakukan berdasarkan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Sampai saat ini, juknis tersebut belum turun ke Provinsi,” ujar Adhy Karyono
Adhy juga mengakui hingga kini, Pemerintah daerah belum bisa mengambil sikap resmi, dan yang lebih penting, Dewan Pengupahan juga belum bisa bekerja karena tidak adanya dasar hukum dan formula yang jelas.
“Kita belum bersikap, Dewan Pengupahan belum bekerja, kalau belum ada Juknis dari mereka (Kemenaker). Kita tunggu sampai hari ini belum juga, kita tungguin,” tambahnya.
Menanggapi potensi aksi massa dari serikat pekerja, Sekdaprov Adhy Karyono bersikap santai. “Kemenaker akan merespon, menganalisis seperti apa, baru akan kita ikuti. Kalau mereka dari SPSI mau demo ya demo aja,” cetusnya.
Keterlambatan juknis ini ternyata disebabkan oleh adanya upaya dari Kemenaker yang saat ini tengah sibuk menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) baru. Aturan baru ini direncanakan akan menggantikan formula pengupahan yang lama dan diharapkan akan lebih adaptif terhadap kondisi ekonomi riil di setiap daerah.
Meski demikian, tenggat waktu terus berjalan. Pengumuman besaran UMP 2026 ditargetkan harus selesai sebelum 31 Desember 2025 agar dapat mulai diberlakukan per 1 Januari 2026.