SURABAYA – Komisi B DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna membahas, relokasi Rumah Potong Hewan (RPH) dari kawasan Pegirian ke Tambak Osowilangun (TOW), pada Rabu (24/9).

Rapat tersebut dihadiri oleh mitra jagal, manajemen RPH, Badan Pengawas RPH, Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Pemkot Surabaya, serta Kepala Bagian Perekonomian dan SDA.

Menanggapi keluhan para mitra jagal, Direktur Utama RPH, Fajar Arifianto Isnugroho, menyatakan bahwa keberlangsungan usaha jagal berbanding lurus dengan pendapatan RPH.

“Saya harus memahami itu. Kalau jagal tidak memotong, otomatis RPH juga tidak mendapatkan pemasukan,” ujarnya.

Fajar menilai pertemuan tersebut sangat penting, mengingat pembangunan fasilitas RPH di TOW sudah hampir rampung.

“Makanya pertemuan ini menjadi titik awal komunikasi dengan mitra jagal untuk mencari solusi bersama. Faktanya, TOW memang sudah dibangun,” tambahnya.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa sebelum relokasi benar-benar dilakukan, kepentingan jagal harus menjadi prioritas utama.

“Prinsipnya, sebelum semuanya siap, kami tidak akan setuju pindah. Percuma kalau pindah, tetapi jagal tidak bisa memanfaatkan fasilitas dengan baik,” tegasnya.

Sementara itu, Abdullah, juru bicara jagal RPH Pegirian, menyampaikan penolakan atas rencana relokasi tersebut. Ia menilai Pemkot Surabaya tidak konsisten terhadap janji politik yang pernah disampaikan.

“Alasan kami jelas. Pertama, kami menagih janji politik Wali Kota yang dulu mengatakan RPH tidak akan dipindahkan. Itu disampaikan di masa kampanye, tapi kenyataannya berbeda,” ungkapnya.

Abdullah juga menilai kebijakan relokasi ini terburu-buru dan tidak memiliki urgensi. Menurutnya, RPH Pegirian masih layak beroperasi karena semua aspek administratif dan perizinan sudah lengkap.

“Berbicara urgensi, tidak ada sama sekali. Semua perizinan, mulai dari MUI hingga NKV, sudah terpenuhi. Jadi, bagi kami relokasi ini hanya menguntungkan pihak atas tanpa memikirkan kepentingan orang bawah. Tentu kami menolak,” tegasnya.

Di sisi lain, Ketua Komisi B DPRD Surabaya, M. Faridz Afif, memberikan sejumlah saran terkait polemik relokasi RPH. Ia menekankan pentingnya pemerintah kota untuk memahami serta mencarikan solusi atas keluhan mitra jagal.

“Solusinya, Pemkot harus benar-benar mengerti dan memberikan jawaban terhadap keluhan para jagal. Misalnya, bisa saja di Tambak Osowilangun hanya digunakan untuk pemotongan sapi BX atau sapi impor, sementara sapi lokal tetap dilakukan di Pegirian,” jelasnya politisi asal PKB.

Faridz juga mengingatkan bahwa sebelum pemindahan RPH ditetapkan ke TOW, sebenarnya sempat ada alternatif lokasi lain, seperti Tampak Wedi, Mulyorejo, dan Kenjeran. Namun, ketiga opsi tersebut tidak dipilih.

Karena itu, Komisi B meminta pihak RPH untuk segera menggelar pertemuan resmi dengan mitra jagal. Pertemuan tersebut harus dituangkan dalam bentuk resume rapat, ditandatangani oleh jagal, mitra kerja, serta perwakilan bagian perekonomian Pemkot Surabaya.

“Di situ harus jelas apa alasan-alasannya. Setelah itu, hasil rapat akan kami bawa ke pembahasan bersama RPH, Komisi B, Dinas Cipta Karya, dan bagian perekonomian tanpa melibatkan jagal. Sebab sejak awal, baik RPH maupun bagian perekonomian tidak mengetahui secara detail alasan relokasi,” tegasnya.